25/03/11

LEGENDA TIGA NEGARA | San Guo Yan Yi (atau Sam Kok)

Pemberontakan Destar Kuning (1)


Dunia di bawah langit setelah suatu masa yang terpecah-pecah akan kembali bersatu, dan setelah masa persatuan itu akan kembali terpecah. Ini adalah hukum alam yang tidak dapat dihindari.
Ketika pemerintahan Dinasti Zhou melemah, muncul tujuh negara yang saling bersaing untuk memperebutkan seluruh wilayah Tiongkok. Perebutan akhirnya dimenangkan oleh Kerajaan Qin. Namun setelah takdir Qin terpenuhi, muncul dua kerajaan lain, yaitu Han dan Chu yang memperebutkan kekuasaan. Perbutan ini akhirnya dimenangkan oleh pihak Han.

Kebangkitan Dinasti Han dimulai ketika Liu Bang memimpin pasukan untuk mempersatukan seluruh wilayah Tiongkok di bawah panji-panjinya. Kekuasaannya ini kemudian diwariskan turun-temurun selama dua ratus tahun, sampai akhirnya mengalami kerusakan akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Wang Mang.
Liu Xue sebagai keturunan ke-21 Kaisar Han Gao Zu (alias Liu Bang) akhirnya berhasil merebut kembali kerajaan dari tangan pemberontak. Dinasti Han kembali berkuasa selama dua ratus tahun, sampai masa kekuasaan Kaisar Xian. Pada masa pemerintahannya Dinasti Han akhirnya terpecah belah, dan zaman tersebut dikenal sejarah dengan istilah Zaman Tiga Kerajaan.

Akan tetapi, kehancuran Dinasti Han sesungguhnya dimulai sejak masa pemerintahan Kaisar Huang dan penggantinya, Kaisar Ling, yang duduk di takhta naga pada sekitar abad kedua Masehi.
Pada masa pemerintahannya, Kaisar Huang tidak memedulikan orang yang mampu karena lebih memercayai kasim-kasim istana. Menjelang kematiannya, Kaisar Huang menyerahkan kekuasaan kepada Kaisar Ling dengan menunjuk Dou Wu dan Chen Fan sebagai wali negara. Dou Wu dan Chen Fan merupakan pejabat jujur yang selalu berusaha menghancurkan kekuasaan para kasim istana yang telah merusak negara. Akan tetapi pimpinan para kasim, yaitu Cao Jie tidak mudah untuk disingkirkan. Justru sebaliknya, Dou Wu dan Chen Fan sendiri yang akhirnya dihukum mati dengan tuduhan memberontak kepada kaisar. Hal ini membuat para kasim menjadi lebih ditakuti dan makin berkuasa.

Pada tahun kedua, bulan keempat, hari kelima belas masa pemerintahan Kaisar Ling (atau tahun 168 Masehi) terjadi suatu peristiwa aneh. Ketika Sang Kaisar sedang melewati "ruang kebijaksanaan" menuju singgasananya, tiba-tiba berhembus angin kencang menerpanya. Kemudian dari atap istana mendadak jatuh seekor ular hijau tepat di atas singasananya. Kaisar pun terkejut dan jatuh tak sadarkan diri sambil memuntahkan darah. Para pembantu langsung mengangkatnya masuk ke dalam kamar. Anehnya, ketika para prajurit mencari ular tersebut, ternyata ular itu telah hilang entah ke mana.

Hari-hari berikutnya banyak lagi kejadian aneh lainnya, misalnya angin topan yang tiba-tiba muncul, petir di langit yang tiada henti-hentinya hingga tengah malam, ataupun hujan lebat sebelum waktunya. Dua tahun kemudian sebuah gempa bumi melanda ibukota Luo Yang, sementara di pesisir pantai datang ombak besar menyapu bersih pemukiman nelayan. Pertanda buruk lainnya tercatat sepuluh tahun kemudian, yaitu ayam jantan berubah menjadi betina. Pada bulan keenam tahun itu kabut gelap tiba-tiba saja menutupi "ruang kebijaksanaan kaisar", lalu pada bulan berikutnya jauh dari ibukota tiba-tiba Gunung Yuan longsor sehingga menyebabkan daerah di kaki gunung tersebut musnah.

Disebabkan oleh banyaknya pertanda buruk itu, maka Kaisar Ling akhirnya mengeluarkan titah dan memanggil semua penasihatnya untuk dimintai pendapat. Penasihat kerajaan bernama Cai Yong berpendapat bahwa pertanda ini disebakan oleh kekuasaan yang disalahgunakan oleh para kasim istana yang jahat. Kaisar memikirkan pendapat ini dengan menghela napas dalam-dalam. Kepala kasim Cao Jie yang mendengar itu segera meminta agar Cai Yong dibebastugaskan dan dipulangkan ke kampung halamannya. Kaisar yang sedang bersedih membiarkan para kasim bertindak semaunya dan Cai Yong pun dicopot dari jabatannya untuk kemudian pulang meninggalkan istana.
Dengan tidak adanya orang-orang yang berani lagi mengutarakan pendapatnya pada Kaisar, maka kekuasaan para kasim dalam pemerintahan makin tak terbendung lagi. Di antara para kasim tersebut ada sepuluh orang yang paling kuat pengaruhnya, yaitu Zhang Rang, Zhao Zhong, Cheng Kuang, Duan Gui, Feng Xu, Guo Sheng, Hou Lan, Jian Shuo, Xia Yun, dan tentu saja Cao Jie.

Di antara mereka Zhang Rang adalah yang paling berpengaruh di hadapan kaisar, bahkan kaisar mengangkatnya sebagai penasihat dan memanggilnya dengan sebutan "ayah angkat". Pemerintahan semakin hari makin bertambah bobrok saja dan tidak pernah bertambah baik. Rakyat hidup dalam penderitaan yang teramat berat. Perampokan, penjarahan, dan pemberontakan pun muncul di mana-mana.
Pada saat itu di sebuah wilayah bernama Julu hidup tiga bersaudara bernama Zhang Jue, Zhang Ba, dan Zhang Liang. Yang tertua, yaitu Zhang Jue pernah belajar di sekolah daerah dan kini mengabdikan dirinya pada pembuatan obat-obatan. Pada suatu hari ketika sedang mencari tumbuhan obat, Zhang Jue bertemu dengan seorang pertapa tua yang mengajaknya untuk ikut ke dalam gua pertapaanya. Pertapa itu memberinya tiga jilid "kitab langit". Kitab Langit ini konon merupakan inti dari segala kedamaian. "Dengan bantuan tiga kitab tersebut maka kau akan mampu menyelamatkan umat manusia dan mengubah dunia. Tapi engkau harus memiliki sifat yang luhur. Karena jika tidak, kau pasti akan mengalami kehancuran," kata sang pertapa.


Bersambung.................

Pemberontakan Destar Kuning (2)


Dengan memberi hormat sampai ke tanah, Zhang Jue berterima kasih dan menanyakan nama dari pertapa itu.
"Aku adalah pertapa dari gunung selatan." Setelah mengucapkan kata-kata itu maka hilanglah pertapa tersebut begitu saja.
Zhang Jue siang malam memelajari ketiga jilid kitab itu dengan sangat seksama. Tidak lama kemudian ia konon sudah mampu memanggil hujan dan memerintah angin.
Pada tahun kedelapan belas masa pemerintahan Kaisar Ling terjadi wabah yang menyerang seluruh wilayah kerajaan. Zhang Jue membagikan obat-obatan gratis kepada rakyat. Obat-obatan itu ternyata sangat manjur dalam melawan wabah tersebut. Maka, dalam waktu yang singkat banyak orang mengenal Zhang Jue sebagai "Yang Bijaksana dan Terberkati".
Zhang Jue akhirnya mulai mengambil murid untuk diajarinya ilmu tersebut. Semakin lama jumlah pengikutnya semakin bertambah banyak. Zhang Jue kemudian mengorganisasikan mereka ke dalam 36 cabang. Setiap cabang dipimpin oleh seorang berpangkat jenderal. Mereka selalu berbicara mengenai "mengubah langit biru menjadi langit emas". Langit biru merupakan lambang Dinasti Han, dan langit emas adalah lambang mereka. Mereka yakin bahwa perputaran nasib akan segera terjadi dan mereka adalah bagian dari perubahan tersebut. Mereka juga berhasil mempengaruhi rakyat untuk mendukung rencana mereka.
Dengan kekuatannya sekarang, Zhang Jue merasa sudah tiba saatnya untuk menggulingkan pemerintahan yang korup dan menyengsarakan rakyat itu. Akan tetapi dalam hatinya ternyata ia juga menginginkan takhta kerajaan untuk dirinya sendiri.
Salah satu bawahannya mengirimkan upeti kepada para kasim yang berkuasa di istana untuk mendapatkan dukungan mereka sehingga mereka tidak akan menghalang-halangi rencana pemberontakan itu. Zhang Jue dan pasukannya lantas bersiap-siap. Sesuai dengan semboyan mereka yaitu "menghapus langit biru, membuat langit emas" maka mereka pun mengenakan panji-panji berwarana kuning cerah.
Zhang Jue kemudian mengirimkan pesan ke istana untuk memberi tahu para kasim bahwa rencananya telah siap. Akan tetapi bawahan yang dikirimnya, yaitu Tan Zhou, ternyata berkhianat dan membocorkan rencana pemberontakan tersebut kepada Kaisar Ling. Kaisar yang ketakutan segera memanggil panglima besarnya, bernama Jenderal He Jin untuk membahas masalah ini.
Karena rencananya telah terbongkar maka Zhang Jue dan kedua adiknya terpaksa mempercepat rencana mereka. Mereka memberi gelar kepada diri sendiri, yaitu Zhang Jue Penguasa Langit, Zhang Ba Penguasa Bumi, dan Zhang Liang Penguasa Manusia. Mereka juga memproklamasikan:
"Peruntungan Dinasti Han telah habis. Yang bijaksana dan mampu telah muncul. Dengarkanlah kehendak langit, oh semua pengikutku! Berjalanlah di jalan yang benar dan dengan bersama kita raih kedamaian."
Segenap pasukan Zhang Jue dan seluruh simpatisannya memiliki semangat yang membara karena mereka sudah lama merasa tertindas dan hidup menderita. Mereka semua mengangkat panji berwarna kuning dan memakai tutup kepala atau destar berwarna kuning pula. Kekuatan utama para pemberontak itu mencapai 500.000 orang, dan membuat gentar pasukan kerajaan sehingga mereka melarikan diri.
Jenderal He Jin begitu mendengar kabar ini segera memerintahkan untuk melakukan persiapan perang. Titah kaisar pun dikeluarkan untuk merekrut pasukan baru demi melawan pemberontakan yang disebut "Pemberontaan Destar kuning" itu. Para panglima lainnya pun bergerak ke segala penjuru Tiongkok untuk melawan pemberontakan ini. Mereka adalah Lu Zhi, Huangfu Song, dan Zhu Jun.
Sementara itu Zhang Jue mengarahkan pasukannya menuju Provinsi Youzhou yang terletak di daerah timur laut. Penguasa wilayah ini adalah Liu Yan yang masih kerabat kaisar. Setelah mengetahui kedatangan pasukan pemberontak tersebut, Liu Yan segera memerintahkan kepala militernya, Jenderal Zhou Jing, untuk mengumpulkan tentara. Maklumat pun dikeluarkan untuk merekrut tentara baru.
Liu Yan segera memerintahkan para pegawainya untuk menyebarkan pengumuman tersebut. Salah satu pengumuman dipasang di Kota Zhou, di mana hidup seorang yang memiliki semangat tinggi, dan di dalam hatinya dipenuhi gelora membara untuk membawa kedamainan. Ia adalah orang yang akhirnya mengubah sejarah Tiongkok....
Ia bukanlah seorang pelajar atau kutu buku, tapi wawasannya sangat luas dan pikirannya terbuka untuk banyak hal. Bicaranya tidak banyak dan pembawaanya sangat tenang. Tubuhnya tinggi tegap, matanya besar dan telinganya lebar. Tangannya kuat dengan bahu lebar, serta memiliki bibir berwarna kemerahan. Dengan muka yang tidak pucat, matanya tampak bersinar penuh semangat.
Orang ini adalah keturunan Pangeran Sheng dari Zhongshan (putra Kaisar Jing yang memerintah tahun 157 SM-141 SM, kaisar keempat Dinasti Han). Ia bernama Liu Bei. Lama sebelumnya salah satu kakeknya pernah menjadi gubernur di daerah itu, tapi kehilangan jabatannya akibat kesalahan yang dilakukannya pada suatu upacara kerajaan.


Bersambung...................

Pemberontakan Destar Kuning (3)


Ayah Liu Bei bernama Liu Hong, seorang pelajar dan pejabat yang jujur. Akan tetapi seperti layaknya semua pejabat yang jujur waktu itu, Liu Hong mati muda dan meninggalkan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Liu Bei sendiri terkenal sangat hormat dan menyayangi ibunya.
Liu Bei yang hidup dalam keluarga sangat miskin mendapatkan uang dari hasil menjual sandal dan tikar jerami. Rumahnya berada di sebuah desa tidak jauh dari Kota Zhou. Di dekat rumahnya tumbuh sebuah pohon mulberi, yang apabila dilihat dari jauh tampak seperti payung menaungi kereta kuda kerajaan. Tidak ada yang istimewa dengan rumah itu sendiri, namun pernah suatu ketika lewat seorang peramal yang mengatakan bahwa, "Suatu hari seorang yang hebat akan muncul dari rumah tersebut".
Ketika kecil Liu Bei sering bermain dengan teman-temannya di pohon mulberi itu. Ia suka memanjat pohon itu sambil berteriak, "Aku Liu Bei, putra langit dan ini adalah kereta kudaku." Pamannya, Liu Yuan Qi melihat bahwa Liu Bei tidaklah seperti anak-anak pada umumnya. Ia merasa kehadiran keponakannya ini adalah sebuah pertanda besar.
Ketika Liu Bei berumur lima belas tahun, ibunya mengirimnya untuk belajar. Untuk beberapa lamanya Liu Bei menjadi murid Zheng Xuan dan Lu Zhi, serta menjadi teman dekat Gongsun Zan.
Liu Bei berumur 28 tahun ketika terjadi pemberontakan Destar Kuning. Ketika melihat pengumuman mengenai perekrutan pasukan baru untuk menghadapi pemberontakan tersebut, ia pun membacanya sambil menghela napas dalam-dalam.
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar seseorang berkata, "Tuan, mengapa Anda menarik napas jikalau Anda tidak suka membantu negara dengan menjadi tentara?"
Liu Bei segera berbalik dan melihat seorang tinggi besar, dengan kepala bulat seperti kepala macan tutul, serta mata yang besar, dagu yang lebar, dan suara seperti auman singa. Seketika itu juga Liu Bei sadar bahwa ia tidak sedang berbicara dengan seorang biasa-biasa saja. Ia pun menanyakan siapa namanya.
"Namaku Zhang Fei," jawab orang itu, "Aku hidup di dekat sini dan memiliki pertanian. Aku juga bekerja menjual arak dan daging. Aku suka berteman dengan orang-orang. Tarikan napasmu membuat aku tertarik untuk berbicara denganmu."
Liu Bei membalas, "Aku masih keturunan kekaisaran. Namaku Liu Bei dan harapanku adalah bisa memadamkan pemberontakan Destar Kuning. Namun aku tidak dapat melakukan apa-apa."
Zhang Fei menjawab, "Aku juga bermaksud sama. Bagaimana kalau kau dan aku bersama membangun pasukan dan melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi masalah ini?"
Liu Bei gembira menyambut ajakan Zhang Fei. Mereka berdua kemudian pergi ke sebuah rumah makan untuk berbincang-bincang. Ketika sedang minum bersama, tiba-tiba muncul di hadapan mereka seorang berbadan tinggi besar mendorong gerobak dan kemudian masuk ke dalam penginapan tersebut. Orang gagah itu memanggil pelayan dengan berkata, "Pelayan, lekas bawakan aku arak! Aku akan pergi ke balai kota untuk mendaftarkan diri menjadi tentara. Aku tidak mau terlambat."
Liu Bei memerhatikan si pendatang itu yang memiliki badan sangat besar dan janggut panjang, serta berwajah merah seperti buah apel. Ia bermata seperti burung Hong dan beralis seperti segulung sutera. Keseluruhan penampilan orang itu memberikan kesan bahwa ia seorang yang kuat dan memiliki kebanggan diri yang sangat tinggi.
Liu Bei kemudian mendekatinya dan bertanya siapa namanya.
"Aku bernama Guan Yu," jawab orang itu. "Aku berasal dari seberang sungai, tapi setelah lima tahun aku menjadi buron karena membunuh seorang penjahat yang kaya dan berkuasa, tapi menyengsarakan rakyat. Aku ke sini untuk bergabung dalam ketentaraan."
Mendengar itu Liu Bei segera menceritakan tujuannya. Bersama-sama mereka lantas menuju tanah pertanian Zhang Fei untuk membicarakan rencana besar mereka.
Zhang Fei berkata, "Pohon persik di belakang rumahku sedang bermekaran dan bunganya indah sekali. Besok kita akan mempersembahkan kurban untuk bersumpah sebagai saudara di hadapan langit dan bumi, serta memohon pertolongan langit agar kita berhasil dalam tugas menumpas pemberontak dan mendamaikan negara."
Liu Bei dan Guan Yu setuju dengan rencana tersebut.
Keesokan harinya mereka bertiga mempersiapkan upacara. Seekor sapi jantan, seekor kuda putih, dan tiga cangkir arak telah disediakan. Mereka lalu bersujud kepada langit dan bumi seraya bersumpah:
"Kami bertiga, Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei, walaupun berbeda keluarga tapi memiliki satu hati dan bersumpah untuk saling mengangkat saudara, saling membantu sesama sampai akhir, baik di masa susah ataupun ketika menikmati kesenangan di masa-masa bahagia. Kami bersumpah untuk melayani negara dan rakyat. Kami tidak dilahirkan pada saat yang sama, tetapi kami bersedia mati pada saat yang sama. Semoga langit yang maha kuasa, bumi serta semua hal yang menghasilkan mendengar sumpah kami. Jika Kami melupakan sumpah ini dan kebaikan serta kebenaran, maka biarlah langit dan bumi menyiksa kami."


Bersambung....................

Pemberontakan Destar Kuning (4)


Mereka bertiga lantas bangkit berdiri. Guan Yu dan Zhang Fei membungkuk hormat pada Liu Bei, di mana Liu Bei menjadi kakak tertua. Guan Yu menjadi saudara kedua, sedangkan Zhang Fei menjadi saudara ketiga.

Mereka kemudian menyembelih sapi tersebut dan mengadakan pesta syukuran bersama para penduduk desa. Sebanyak tiga ratus orang datang dan bergabung dengan mereka untuk bersama-sama memperjuangkan negara demi terciptanya kedamaian kembali.
Perjalanan ketiganya baru akan dimulai. Langit telah mempertemukan mereka dan mempersatukan mereka dalam ikatan persaudaraan, ikatan yang akan selalu dikenang sepanjang zaman, di mana tidak ada satu apapun yang dapat memisahkan mereka. Tidak juga kematian. Persaudaraan sepanjang zaman demi menciptakan kedamaian di takhta naga....

Setelah bersumpah menjadi saudara dan berhasil merekrut pasukan pertamanya, pada keseokan harinya tiga bersaudara itu mulai mempersiapkan diri untuk maju ke medan perang melawan para pemeberontak.
Setelah senjata dikumpulkan dan dibagi-bagikan, mereka sadar bahwa mereka tidak memiliki kuda seekor pun. Tetapi mereka mendapat kabar gembira bahwa ada seorang pedagang kuda yang baru memasuki kota.
"Langit membantu kita," kata Liu Bei.

Mereka bertiga pun menyambut kedatangan para pedagang kuda itu. Mereka adalah Zhang Shi Ping dan Su Shuang dari Zhongshan. Keduanya pergi ke daerah utara setiap tahunnya untuk membeli kuda. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang karena adanya pemberontakan di mana-mana. Tiga bersaudara itu mengundang mereka datang ke tanah pertanian Zhang Fei dan menjamu mereka dengan arak. Liu Bei lalu menceritakan rencana mereka untuk berjuang mengembalikan kedamaian bagi rakyat. Kedua pedagang itu sangat bersimpati dan akhirnya memberikan 50 ekor kuda, 50 kilo emas dan perak, serta 750 kilo besi baja untuk dibuat senjata.

Tiga bersaudara sangat berterima kasih. Sepeninggal para pedagang kaya itu, Liu Bei mencari seorang pandai besi untuk membuat senjata. Liu Bei kemudian mendapatkan darinya sepasang pedang kembar yang disebut "Shuang Jian". Guan Yu mendapatkan sebuah tombak besar dengan ujung berbentuk golok melengkung dan berukiran naga hijau di sisinya, dengan berat 50 kilo, yang diberi nama "Qing Long Yan Yue Tao". Sementara itu, Zhang Fei mendapat sebuah tombak dengan ujung seperti lekukan ular dengan panjang 10 kaki diberi nama "She Mao".
Selain itu, mereka juga melengkapi diri dengan baju besi dan topi perang.

Ketika senjata sudah siap, pasukan yang kini berjumlah lima ratus orang itu bergerak menuju tempat Komandan Zhou Jing, yang kemudian membawa mereka kepada Gubernur Liu Yan. Ketika prosesi upacara selesai, Liu Bei memperkenalkan diri pada Liu Yan. Begitu mengetahui silsilah Liu Bei, Liu Yan pun memperlakukannya dengan hormat.

Tidak lama kemudian terdengar kabar bahwa pasukan pemberontak Destar Kuning di bawah pimpinan Cheng Yuan Zi telah menyerang daerah sekitar dengan pasukan berkekuatan 15.000 orang. Liu Yan dan Zhou Jing memerintahkan Liu Bei bersaudara untuk menghadapi pasukan pemberontak itu. Liu Bei dengan senang hati menerima perintah dan langsung mempersiapkan pasukannya untuk pergi menuju bukit Da Xing. Di sanalah mereka bertemu dengan pihak pemberontak.
Liu Bei langsung menerjang maju, diikuti dengan Guan Yu di sebelah kiri, dan Zhang Fei di sebelah kanan. Sambil melaju mendekati pasukan musuh Liu Bei berteriak, "Hai, Pemberontak, mengapa kau tidak turun dari kudamu dan menyerah saja?"

Pimpinan pasukan pemberontak, Cheng Yuan Zi mendengar ejekan Liu Bei langsung mengirimkan salah satu jenderalnya, Deng Mao, untuk bertarung. Ketika Deng Mao maju, Zhang Fei langsung memacu kudanya untuk berada di depan Liu Bei. Hanya dengan sekali tusukan tombak, Deng Mao langsung tewas. Melihat itu, Cheng Yuan Zi langsung mengambil senjatanya dan memacu kuda mendekati Zhang Fei. Kali ini Guan Yu yang menghadang. Dengan menebaskan goloknya, Guan Yu memotong tubuh Cheng Yuan Zi menjadi dua.
Karena sang pemimpin tewas, pasukan pemberontak langsung kocar-kacir meninggalakan persenjataan mereka. Tentara pemerintah pun mengejar mereka. Banyak yang berhasil ditangkap. Pertempuran hari itu dengan gemilang dimenangkan oleh pasukan kerajaan.
Ketika mereka kembali, Liu Yan langsung menyambut dan membagikan hadiah. Tapi keesokan harinya datang surat dari Gubernur Gong Jing dari wilayah Jing Zhou yang mengabarkan bahwa kotanya sedang dikepung oleh tentara pemberontak. Mereka membutuhkan bantuan segera.

Begitu mendengar kabar ini Liu Bei langsung memutuskan untuk berangkat membantu. Ia berangkat keesokan paginya dengan tentaranya sendiri, yang ditambah dengan 5000 orang tentara kerajaan di bawah pimpinan Jenderal Zhou Jing. Tentara pemberontak begitu melihat datangnya bantuan di pihak lawan, langsung membagi pasukan. Yang setengah menghadapi pasukan Liu Bei, dan sisanya menghadapi Zhou Jing. Pasukan Liu Bei tidak dapat menembus pertahanan pasukan pemberontak akhirnya memutuskan mundur sejauh 10 kilo.

Liu Bei berkata, "Kita sedikit sedangkan jumlah mereka terlalu banyak. Mereka hanya dapat kita kalahkan dengan strategi yang jitu."
Maka direncanakanlah serangan mendadak. Di jalan menuju kota, Liu Bei memerintahkan Guan Yu untuk bersembunyi di sebelah kanan dan Zhang Fei di sebelah kiri, sementara ia sendiri memimpin pasukan utama.

Ketika persiapan telah selesai, Liu Bei maju menyerang pasukan pemberontak. Ketika pasukan pemberontak juga bergerak maju tiba-tiba Liu Bei membunyikan gong tanda mundur. Pasukan Pemberontak yang mengira pasukan Liu Bei ketakutan, tanpa pikir panjang terus mengejar hingga masuk ke dalam jalan setapak.
Menyadari itu gong pun dibunyikan sebagai tanda untuk pasukan Guan Yu dan Zhang Fei agar menyerang sekarang. Pasukan pemberontak terjebak dari tiga sisi dan mereka mengalami korban jiwa sangat banyak. Mendengar kabar bahwa teman-teman mereka diserang secara tiba-tiba, pasukan pemberontak yang lain pun datang membantu dan mengakibatkan pengepungan terhadap kota jadi melemah. Melihat ini Gubernur Gong Jing langsung memimpin pasukan yang tersisa berjumlah 3000 orang untuk menyerbu ke luar benteng. Tentara pemberontak yang kebingungan akhirnya dapat dihancurkan. Banyak di antaranya yang mati terbunuh.


Bersambung......................

Pemberontakan Destar Kuning (5)


Setelah perayaan kemenangan itu, Komandan Zhou Jing memohon diri untuk kembali ke Yizhou. Tapi Liu Bei berkata, "Kami dengar Jenderal Lu Zhi sedang berjuang melawan pemberontak yang dipimpin Zhang Jue di Guangzong. Lu Zhi adalah guruku dan aku ingin membantunya."
Akhirnya Zhou Jing dan Liu Bei berpisah. Tiga bersaudara kemudian pergi ke Guangzong dengan tentara mereka. Akhirnya mereka berhasil sampai ke perkemahan tentara Lu Zhi dan diterima di sana dengan baik.

Pada saat itu bala tentara Zhang Yue berjumlah 150.000 orang, sementara tentara Lu Zhi berjumlah 15.000 orang. Setiap hari terjadi pertempuran kecil tetapi tidak ada yang dapat mengalahkan satu sama lain.

Lu Zhi berkata pada Liu Bei, "Aku dapat mengepung pemberontak itu di sini, tetapi Zhang Ba dan Zhang Liang menekan Huangfu Song dan Zhu Jun di Yichuan. Aku akan memberimu seribu tentara untuk melihat keadaan mereka, dan setelah itu baru kita pikirkan rencana penyerangan kita."

Liu Bei pun berangkat secepatnya menuju Yichuan. Pada saat itu tentara kerajaan berhasil memukul mundur pemberontak hingga ke Chang Se dan mereka berkemah di lapangan rumput.
Melihat itu Huangfu Song berkata kepada Zhu Jun, "Tentara pemberontak berkemah di rerumputan. Kita dapat menyerang mereka dengan api."

Tentara kerajaan pun diperintahkan untuk mengambil rumput kering, untuk kemudian dikumpulkan dan disirami minyak. Rumput-rumput itu diletakan di sekeliling daerah perkemahan tentara pemberontak. Ketika malam tiba, angin tiba-tiba berhembus menuju arah perkemahan pemberontak. Menyadari hal ini, Huangfu Song dan Zhu Jun langsung memerintahkan penyerangan. Seketika api berkobar menutupi perkemahan tentara pemberontak. Mereka kebingungan dan banyak yang mati mengenaskan dimakan api. Tidak ada waktu lagi untuk memakai baju zirah dan menaiki kuda. Mereka semua berhamburan ke segala arah.

Pertempuran berlangsung hingga fajar menyingsing. Zhang Ba dan Zhang Liang beserta sekelompok kecil pemberontak berhasil melarikan diri. Tetapi tiba-tiba di hadapan mereka muncul sekelompok tentara dengan bendera berwarna merah. Pemimpin mereka berukuran sedang, dengan mata kecil dan janggut panjang. Ia adalah Cao-Cao dari Bei Juo, berpangkat jenderal pasukan berkuda kerajaan. Ayahnya adalah Cao Song, tapi bukan benar-benar keturunan keluarga Cao.
Cao Song terlahir dengan marga Xiaohou, tetapi diambil sebagai anak angkat oleh Kasim Cao Teng dan mengubah marganya.

Sebagai seorang pemuda Cao-Cao gemar berburu, bermain musik dan tari-tarian. Ia sangat berbakat dan penuh akal. Seorang pamannya sering melihat Cao-Cao sangat labil, terkadang marah kepadanya tanpa sebab. Sang paman lantas melaporkan perilaku buruknya itu kepada Cao Song, yang kemudian memarahi Cao-Cao.

Cao-Cao dendam kepada sang paman. Suatu hari ketika melihat pamannya datang, ia pura-pura terjatuh dan kesakitan. Sang Paman lalu berlari dan melaporkan hal itu pada Cao Song. Ketika Cao Song datang melihat, Cao-Cao ternyata dalam keadaan baik-baik saja.
"Tetapi pamanmu tadi berkata bahwa kau terluka. Apakah kau baik-baik saja?" kata Cao Song.

"Aku tidak mengalami luka apapun," jawab Cao-Cao, "Tetapi aku telah kehilangan kepercayaan Paman dan dia hanya menipumu."
Sejak itu apapun yang dilaporkan sang paman mengenai kesalahan Cao-Cao, sama sekali tidak dipercaya lagi oleh Cao Song. Akhirnya Cao-Cao tumbuh menjadi pria yang seenaknya dan tidak terkendali.
Beberapa waktu kemudian seorang pria bernama Qiao Xuan berkata kepada Cao-Cao, "Pemberontakan sudah di depan mata. Hanya orang dengan kemampuan terhebat yang dapat membawa kedamaian muncul kembali, dan orang itu adalah engkau."

Selain itu He Yong dari Nan Yang juga berkata kepadanya, "Dinasti Han sedang mengalami keruntuhan. Orang yang dapat mengembalikan kedamaian adalah dia dan hanya dia."

Maka Cao-Cao pun pergi ke Runan untuk menanyakan mengenai masa depannnya pada seorang peramal benama Xu Shao.
"Orang seperti apakah aku ini?" tanya Cao-Cao.

Peramal itu tidak berkata apa-apa. Lagi-lagi Cao-Cao menanyakan hal itu. Xu Shou akhirnya menjawab, "Dalam masa damai engkau menjadi seorang yang berguna, dan dalam masa kekacauan engkau seorang pahlawan yang hebat."

Cao-Cao sangat senang mendengar jawaban ini.


Bersambung....................


Pemberontakan Destar Kuning (6)


Cao-Cao lulus dari akademi militer pada umur dua puluh tahun dan mendapatkan reputasi sebagai orang yang berintegritas. Ia memulai karir sebagai kepala komandan di sebuah distrik di ibukota. Di keempat gerbang ibukota ia menaruh gada dengan berbagai bentuk dan ia tidak segan-segan menghukum orang yang melanggar hukum apapun pangkatnya. Seorang paman dari Kasim Jian Shuo ditemukan membawa pedang di jalanan pada malam hari dan itu merupakan pelanggaran. Karena itu maka ia pun dihukum dengan pukulan gada tersebut. Setelah itu tidak ada seorang pun yang berani melanggar aturan lagi. Nama Cao-Cao akhirnya menjadi terkenal dan ia diangkat sebagai kepala pengadilan di Dunqiu.

Ketika pemberontakan Destar Kuning meletus, Cao-Cao berpangkat jenderal dan memiliki 5000 pasukan berkuda dan infantri untuk bertempur di Yingchuan. Ia kebetulan bertemu dengan sisa-sisa pemberontak. Ribuan tewas dan banyak sekali kuda, tambur, senjata, bendera yang berhasil direbut berikut sejumlah uang yang sangat banyak. Tetapi Zhang Ba dan Zhang Liang tetap berhasil melarikan diri. Setelah bertemu dengan Huangfu Song, Cao-Cao mengejar sisa pemberontak yang melarikan diri tersebut.

Sementara itu Liu Bei bersaudara sedang berkuda menuju Yingchuan ketika mereka mendengar bunyi pertempuran dan melihat api di angkasa. Tetapi mereka datang terlambat ketika sampai di sana. Kepada Huangfu Song dan Zhu Jun, Liu Bei menjelaskan maksud kedatangannya.

"Kekuatan pemberontak telah hancur di sini," kata jenderal itu, "Tetapi mereka pasti akan pergi ke Guanzong untuk bergabung dengan Zhang Jue. Kau tidak dapat melakukan sesuatu di sini. Lebih baik kau cepat kembali ke Guanzong."

Liu Bei akhirnya memimpin pasukannya kembali ke Guanzong, Di tengah perjalanan mereka melihat pasukan istana sedang mengawal tawanan dalam kereta. Ketika mereka mendekat, ternyata tahanan tersebut adalah Lu Zhi, jenderal yang akan mereka tolong. Segera Liu Bei turun dari kudanya dan bertanya apa yang terjadi.

Lu Zhi bercerita, "Aku telah mengepung tentara pemberontak dan dalam posisi siap menghancurkan mereka, ketika Zhang Jue menggunakan ilmu sihirnya dan mengagalkan seranganku. Kerajaan mengirimkan Kasim Zhuo Feng untuk menyelidiki kekalahanku. Ia menuntut uang sogokan. Aku beri tahukan kepadanya betapa keras kita mencoba untuk mengalahkan musuh dan dalam situasi seperti ini bagaimana caranya aku dapat mencarikan upeti untuknya? Ia pergi dengan marah dan melaporkan pada istana bahwa aku menyembunyikan pampasan perang dan tidak mau membagikannya dan itu membuat pasukanku kehilangan semangat. Jadi, aku digantikan oleh Dong Zhuo, dan harus pergi ke ibukota untuk menjawab tuntutan pengadilan."

Cerita itu membuat Zhang Fei marah dan nyaris saja hendak membunuh para pengawal kerajaan yang membawa Lu Zhi. Tapi Liu Bei mencegahnya.

"Pemerintah akan mengurusnya dengan adil," kata Liu Bei. "Kau jangan bertindak gegabah!"
Dengan demikian tidak ada gunanya lagi menuju Guanzong. Guan Yu mengusulkan agar mereka kembali ke Kota Zhuo.
Dua hari kemudian gelegar peperangan kembali terdengar di balik bukit. Dengan cepat mereka menuju ke puncak dan melihat tentara pemerintah mengalami kekalahan. Mereka melihat seluruh dataran telah dipenuhi tentara pemberontak Destar Kuning dan di bendera mereka tertulis "Zhang Jue, Penguasa Langit".

"Kita akan menyerang Zhang Jue," kata Liu Bei kepada saudaranya. Mereka pun memacu kudanya untuk ikut bertempur.
Zhang Jue berhasil mengalahkan pasukan Dong Zhuo dan terus menekan. Ia sedang bersemangat untuk menghancurkan seluruh pasukan pemerintah ketika tentara Liu Bei datang. Pasukan pemberontak menjadi kebingungan karena datangnya pasukan yang tak dikenal di tengah-tengah mereka itu. Akhirnya pasukan Zhang Jue kacau dan mundur sejauh 15 kilo. Liu Bei berhasil menyelematkan jenderal pasukan pemerintah dan kembali ke perkemahan mereka.
"Apakah jabatanmu?" tanya Dong Zhuo.
"Tidak ada," jawab Liu Bei.
Mendengar itu Dong Zhuo memperlakukan mereka dengan tidak hormat. Liu Bei menerimanya dengan tenang, tetapi Zhang Fei marah besar.
"Kita Baru saja menyelamatkan nyawanya dari pertempuran yang sengit," teriak Zhang Fei, "Dan sekarang ia bersikap kasar kepada kita. Tidak ada apapun juga yang dapat meredam kemarahanku kecuali kematiannya."
Zhang Fei berjalan menuju tenda Dong Zhuo dengan menghunus sebilah pedang.
Dong Zhuo lahir di daerah barat laut Cina, tepatnya di Lintao, di daerah lembah barat. Sebagai Gubernur Hedong, Dong Zhuo sangat sombong dan berlebihan. Tetapi hari di mana ia memperlakukan Liu Bei dengan kasar bisa saja menjadi hari terakhirnya, andai saja Liu Bei dan Guan Yu tidak menahan Zhang Fei yang sedang marah.
"Ingat, dia adalah pejabat pemerintah yang diangkat kerajaan," kata Liu Bei. "Memangnya kita ini siapa, berani memutuskan untuk menghukum?"

"Sangat memuakkan untuk menerima perintah dari bajingan seperti dia. Aku lebih baik membunuhnya sekarang. Kau boleh tinggal di sini bila kau mau tapi aku lebih baik mencari tempat lain." kata Zhang Fei.
"Kita bertiga adalah satu dalam hidup dan dalam kematian. Tidak ada perpisahan di antara kita. Kita semua akan selalu bersama."
Akhirnya ketiga bersaudara itu pergi menemui Zhu Jun yang menerima mereka dengan baik dan berterima kasih atas bantuan yang mereka berikan ketika melawan Zhang Ba. Pada saat itu Cao-Cao telah bergabung dengan Huangfu Song, dan mereka sedang berusaha menghancurkan pasukan Zhang Liang dalam pertempuran di Quyang.
Zhang Ba memimpin sekitar 80.000 pasukan. Pihak pemberontak telah menempatkan pasukannya di belakang bukit. Penyerangan terhadap pemberontak kemudian direncanakan dan Liu Bei yang ditunjuk memimpin pasukan utama. Pada pihak pemberontak salah seorang jenderal Zhang Ba, yaitu Gao Seng menantang bertarung satu lawan satu. Zhang Fei langsung keluar dari barisan dan maju ke depan menghadapinya. Hanya dalam beberapa jurus saja, Zhang Fei berhasil melukai Gao Seng yang kemudian terpental dari kudanya. Melihat ini, Liu Bei langsung memerintahkan pasukannya untuk menyerbu maju.
Zhang Ba yang duduk di atas kudanya, segera melepaskan ikat rambut, mengambil pedang, dan membaca semacam mantra. Tiba-tiba angin mulai berhembus dengan kencangnya, petir menghiasi langit, dan kilatan-kilatan cahaya menghantam bumi. Bunyi gemuruh yang memekakkan telinga membuat kuda-kuda ketakutan, lalu dari langit muncul awan hitam menutupi medan pertempuran. Ketakutan melanda pasukan kerajaan. Liu Bei memimpin pasukannya mundur, tetapi mereka dalam keadaan kacau sehingga banyak yang meninggal terinjak-injak.

"Zhang Ba menggunakan ilmu sihir," kata Zhu Jun. "Esok, aku akan menyiapkan penangkal dengan menggunakan darah babi dan kambing. Darah ini harus dipercikkan kepada pasukan mereka dan kita akan dapat mematahkan sihir mereka itu."


Bersambung.....................

Pemberontakan Destar Kuning (7)


Setelah diputuskan demikian, Guan Yu dan Zhang Fei masing-masing membawa seribu tentara untuk bersembunyi di tebing yang tinggi sambil membawa banyak darah babi dan kambing.

Keesokan harinya, ketika para pemberontak membunyikan genderang untuk menantang perang, Liu Bei maju menghadapi mereka. Pada saat yang sama, Zhang Ba kembali menggunakan sihirnya. Pasir pun berterbangan menutupi pandangan, kerikil berserakan menutupi jalan, awan gelap menutupi langit, dan pasukan musuh muncul dari balik badan pasir itu. Liu Bei mundur seperti sebelumnya, dan pasukan pemberontak terus mengejarnya. Ketika pasukan pemberontak memasuki jalan dekat tebing tinggi, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh bunyi terompet dan genderang yang sangat keras. Kemudian dari tempat persembunyiannya, pasukan Guan Yu dan Zhang Fei memercikkan darah babi dan kambing. Tiba-tiba pasukan pemberontak yang muncul dari balik badai itu berjatuhan dan berubah menjadi lembaran kertas. Badai pun berhenti pula.

Zhang Ba yang melihat sihirnya telah dihancurkan memutuskan untuk mundur. Ketika pasukannya mulai bergerak, dari arah kiri dan kanan muncul Guan Yu dan Zhang Fei, serta dari belakang muncul Liu Bei dan Zhu Jun. Pasukan pemberontak berhasil dihancurkan. Liu Bei dari kejauhan melihat panji-panji perang Zhang Ba Penguasa Bumi. Dengan cepat Liu Bei mengejarnya dan berhasil melukai tangan kiri pimpinan pemberontak itu. Walaupun terluka Zhang Ba masih dapat melarikan diri ke kota Yang Cheng. Kota itu akhirnya dikepung oleh Zhu Jun.

Pengintai yang dikirim untuk mendapatkan kabar dari pasukan Huangfu Song melaporkan, "Komandan Huangfu Song telah memperoleh keberhasilan. Dong Zhuo yang sering kalah, posisinya telah digantikan oleh Komandan Huangfu Song. Zhang Jue telah tewas di tangan pasukan Huangfu Song. Zhang Liang telah mengambil alih pasukan saudaranya itu menjadi satu dengan pasukannya.

Namun ia tidak punya peluang untuk mengalahkan pasukan Huangfu Song yang telah menguasai tempat-tempat strategis dan telah menang dalam tujuh pertempuran berturut-turut. Zhang Liang sendiri telah tewas di Quyang. Selain itu, peti mati Zhang Jue berhasil direbut pula. Kepalanya telah dipenggal dan dikirim ke ibukota Luo Yang untuk dipertontonkan.

Pasukan pemberontak lainnya telah menyerah dan untuk semua ini, kepada Huangfu Song telah diberikan penghargaan dengan jabatan jenderal, memimpin pasukan kereta terbang dan sebagai penguasa daerah Jizhou. Huangfu Song juga tidak melupakan teman. Titah pertama setelah ia mendapatkan kekuasaanya adalah memulihkan nama baik Lu Zhi dan mengembalikan jabatannya yang diambil Dong Zhuo, serta mengangkat Cao-Cao sebagai gubernur Jinan."

Mendengar laporan itu, Zhu Jun menekan lebih keras dengan menyerang mati-matian kota Yangcheng. Kekalahan tentara pemberontak sudah semakin jelas. Lalu salah seorang bawahan Zhang Ba, bernama Yan Zheng membunuh atasannya itu dan membawa kepalanya untuk diserahkan kepada kerajaan. Dengan demikian seluruh pemberontak telah menyerah dan Zhu Jun melaporkan hal ini pada kerajaan.
Akan tetapi masih ada beberapa sisa pemberontak Destar Kuning yang melakukan perlawanan. Mereka yang bernama Zhao Hong, Han Zhong, dan Sun Zhong, berhasil mengumpulkan 30.000 tentara dan memulai perampokan serta pembantaian. Mereka menyebut diri sebagai "Pembalas Dendam Zhang Jue".
Kerajaan memerintahkan Zhu Jun untuk membawa pasukan veterannya menghancurkan sisa-sisa pemberontak ini. Ia segera berangkat menuju Kota Wan Cheng di mana para pemberontak itu bermarkas. Ketika Zhu Jun tiba, Han Zhong langsung maju melawan. Zhu Jun mengirim Liu Bei bersaudara menyerang dari sisi sebelah barat daya tembok kota. Han Zhong yang bertugas mempertahankan kota bertempur mati-matian melawan Liu Bei. Sementara itu, Zhu Jun sendiri memimpin 2000 tentara berkuda menyerang bagian lain dari kota itu.

Kaum pemberontak berpikir bahwa mereka tidak akan dapat mempertahankan kota itu dan mulai kehilangan semangat. Liu Bei terus menekan mereka dan akhirnya kota berhasil dimasuki. Para pemberontak masih dapat bertahan di tembok dalam kota, tetapi keadaan mereka sudah sangat parah. Kelaparan terjadi dan wabah penyakit menyebar. Utusan pemberontak datang kepada Zhu Jun untuk menyerah, tetapi Zhu Jun menolaknya.
Liu Bei berkata, "Dengan melihat pendiri Dinasti Han, Liu Bang, bukankah seharusnya kita menerima mereka yang menyerah? Kenapa kau malah menolaknya?"
"Keadaannya berbeda," jawab Zhu Jun. "Ketika masa itu kekacauan memang sedang terjadi di mana-mana, dan rakyat tidak mempunyai kaisar. Jadi, setiap penyerahan diri dapat diterima dan dianjurkan. Namun sekarang kekaisaran telah ada dan mereka berani memberontak. Kalau kita menerima mereka maka nanti akan ada pemberontakan-pemberontakan lainnya. Lalu ketika mereka kalah mereka hanya tinggal menyerah dan kita pasti akan menerimanya. Hal itu bisa berakibat fatal."

Liu Bei berkata, "Jika tidak membiarkan pemberontak menyerah tidak apa. Tetapi jika mereka melakukan tindakan nekad, maka kita akan berada dalam kesulitan karena jumlah mereka sangat banyak. Lebih baik kita serang dari satu sisi dan biarkan sisi yang lain terbuka, sehingga mereka akan melarikan diri dan tercerai-berai. Setelah itu, kita akan menangkap mereka."

Zhu Jun menilai saran ini sangat bagus dan berniat mengikutinya. Seperti telah diduga, tentara pemberontak ini akhirnya terpencar-pencar. Pimpinan pemberontak Han Zhong akhirnya terbunuh. Namun tiba-tiba pasukan yang dipimpin Zhao Hong dan Sun Zhong mendekat dengan kekuatan besar. Oleh karena itu, pasukan kerajaan menghentikan pengejaran. Pasukan pemberontak yang baru datang itu akhirnya merebut kembali Kota Wan Cheng.

Zhu Jun yang berkemah pada jarak tiga mil dari kota bersiap-siap untuk menyerang. Pada saat itu muncul pasukan berkuda dari arah timur. Pemimpinnya seorang jenderal berbadan kekar, bernama Sun Jian. Ia berasal dari Fuchun di negara bagian Wu, dan merupakan keturunan ahli strategi terkenal, Sun Tzu.

Bersambung.....................

Pemberontakan Destar Kuning (8)

Ketika berumur tujuh belas tahun, Sun Jian bersama ayahnya melihat bajak laut sedang membagi hasil rampasan mereka di pinggiran sungai Qintang.

"Kita dapat menangkap mereka!" katanya pada sang ayah.
Ia kemudian menghunus pedang dan berlari menuju arah bajak laut itu sambil berteriak seolah-olah sedang memanggil pasukannya untuk mengepung. Ini membuat para bajak laut itu percaya bahwa mereka sedang diserang banyak orang. Mereka pun melarikan diri, meninggalkan harta rampasan mereka. Sun Jian berhasil membunuh salah satu bajak laut. Karena itulah maka ia menjadi terkenal dan mendapatkan jabatan di pemerintahan daerah.

Kemudian dengan kerjasama dengan pihak pemerintah, ia membangun tentara berkekuatan seribu orang dan membantu memadamkan pemberontakan Xu Chang yang menyebut diri sebagai kaisar matahari serta memiliki 10.000 tentara. Anak pemberontak bernama Xu Hao juga ikut terbunuh. Untuk hal ini Sun Jian diangkat menjadi kepala pengadilan Yandu, kemudian Xuyi, dan terakhir Xia Pi oleh penguasa daerah Zang Min.

Ketika pemberontakan Destar Kuning terjadi, Sun Jian mengumpulkan anak muda di desanya untuk membentuk tentara. Akhirnya terbentuk pasukan berjumlah 1.500 orang dan ikut menumpas pemberontakan.
Zhu Jun menerima Sun Jian dengan senang hati dan memerintahkannya untuk menyerang dari selatan, utara, dan barat secara bergantian dengan Liu Bei dan Zhu Jun.

Sementara gerbang timur akan dibiarkan terbuka agar pemberontak dapat lari dari sana. Sun Jian adalah orang pertama yang dapat menaiki tembok kota. Ia membunuh lebih dari dua puluh orang pemberontak seorang diri.
Sun Jian kemudian turun dari tembok, mengambil tombak, dan memukul jatuh Zhao Hong dari kudanya. Kemudian ia menaiki kuda Zhao Hong lalu menyabetkan pedangnya sehingga menyebabkan banyak tentara pemberontak tewas.

Pasukan pemberontak berlari ke arah utara dan bertemu dengan pasukan Liu Bei. Mereka tidak melawan dan terpencar-pencar menyelamatkan diri masing-masing. Liu Bei mengeluarkan anak panahnya dan memanah pimpinan pemberontak, Sun Zhong, sehingga langsung jatuh ke tanah. Pasukan utama Zhu Jun akhirnya tiba. Setelah pembantaian besar-besaran, pasukan pemberontak akhirnya menyerah. Setelah peristiwa itu kedamaian pun tercipta di sepuluh wilayah di daerah Nan Yang.

Zhu Jun kembali ke ibukota Luo Yang dan diangkat menjadi jenderal pasukan kuda terbang, serta menerima jabatan sebagai gubernur Henan. Ia tidak melupakan jasa orang-orang yang membantunya, antara lain melaporkan pula jasa Liu Bei dan Sun Jian.

Sun Jian memiliki pengaruh dan koneksi yang dapat mendukung dirinya segera diangkat menjadi komandan pasukan kerajaan di Chang Sa. Akan tetapi Liu Bei walaupun telah dipromosikan oleh Zhu Jun dalam suratnya kepada kerajaan tetap harus menunggu kenaikan jabatan. Liu Bei bersaudara sedih menerima kenyataan ini.

Suatu hari ketika sedang berjalan sendirian di ibukota, Liu Bei bertemu seorang pejabat istana bernama Zhang Jun yang kepadanya ia menceritakan keluh kesahnya. Zhang Jun sangat terkejut akan hal ini dan menyampaikannya pada kaisar.

Ia berkata, "Pemberontakan Destar Kuning terjadi karena para kasim telah menjual jabatan dan memperdagangkan posisi. Pekerjaan di istana hanya untuk teman-temannya, hukuman hanya untuk musuh-musuhnya. Ini menyebabkan terjadinya pemberontakan.

Oleh sebab itu, sebaiknya kesepuluh kasim utama dipenggal saja, dan dipertontonkan kepala mereka, serta memberi tahu rakyat, apa yang telah mereka lakukan. Kemudian berikanlah balasan kepada mereka yang berhak dan dengan itu maka seluruh negara akan berada dalam keadaan aman."

Mengetahui hal ini para kasim langsung menyanggah dan berkata bahwa Zhang Jun menghina kaisar. Kaisar memerintahkan Zhang Jun untuk meninggalkan ruangan. Walaupun begitu para kasim berpikir, "Pasti ada seseorang yang terlupakan jasanya dalam mengalahkan pemberontak, sehingga menyatakan kekesalannya kepada Zhang Jun."
Maka mereka pun menghimpun daftar orang-orang tidak penting yang menunggu penugasan dan salah satu dalam daftar itu adalah Liu Bei. Liu Bei akhirnya ditempatkan sebagai kepala wilayah desa An Xi. Keputusan itu langsung diterima oleh Liu Bei dan ia pun membubarkan pasukannya serta mengirim mereka pulang. Ia hanya menyisakan dua lusin saja sebagai pengawal.

Liu Bei bersaudara akhirnya sampai di An Xi. Secepatnya mereka membereskan administrasi di daerah itu dan memerintah dengan bijaksana sehingga tidak pernah ada kejahatan selama berbulan-bulan di sana.

Ketiganya hidup dalam kedamaian, makan dalam satu meja, dan tidur dalam satu ranjang yang sama. Ketika Liu Bei berada di depan umum, Guan Yu dan Zhang Fei akan selalu berdiri sebagai penjaganya meskipun untuk seharian.

Empat bulan setelah kedatangan mereka, ada titah kaisar untuk mengurangi jumlah orang militer yang mengisi pos sipil. Liu Bei mulai takut bahwa ia akan terkena pengurangan itu. Kerajaan mengirimkan inspektur pemeriksa bernama Du Biao. Liu Bei langsung menyambutnya dengan hormat tetapi Du Biao tidak menghiraukannya.

Guan Yu dan Zhang Fei sangat marah. Ketika inspektur itu tiba di penginapan, ia duduk di kursi utama dan tidak mempersilahkan Liu Bei duduk. Setelah cukup lama baru ia berkata kepada Liu Bei, "Dari mana kau berasal?"
Liu Bei menjawab, "Aku adalah keturunan Pangeran Sheng dari Zhongshan. Sejak pertama kali aku melawan pemberontak, sebanyak tiga puluh pertempuran telah kujalani. Aku mendapatkan banyak kemenangan dan hadiahku adalah jabatan ini."
"Kau berbohong mengenai asal-usulmu dan pernyataamu mengenai jasamu adalah bohong!" hardik si inspektur. "Sekarang kerajaan memerintahkan untuk melakukan pengurangan pejabat dari strata yang rendah dan pejabat yang korup."
Liu Bei terdiam dan memohon diri. Dalam perjalan pulang Liu Bei meminta nasihat dari para pembantunya.

"Tindakan seperti ini hanya bermakna satu, yaitu ia meminta uang suap." kata mereka pada Liu Bei. "Aku tidak pernah mengambil uang rakyat bahkan satu koin sekalipun. Dari mana aku memiliki uang untuk membayarnya ?"
Keesokan harinya inspektur Du Biao memanggil pejabat kecil di desa itu dan memaksa mereka untuk menulis pengakuan bahwa Liu Bei telah menekan rakyat. Liu Bei pada saat itu ingin menyangkal hal ini tetapi dihadang para penjaga pintu.

Ketika itu Zhang Fei sedang bersedih dan sudah mabuk seharian. Ia menunggang kuda dan mengendarainya melewati penginapan inspektur tersebut. Ketika melewati pintunya, ia melihat kumpulan orang-orang tua sedang menangis sedih. Ia pun bertanya mengapa.
Mereka berkata, "Inspektur itu telah memaksa bawahan–bawahan Liu Bei untuk menulis pernyataan palsu, agar Liu Bei dapat dihukum. kami datang kesini untuk memohon belas kasihan padanya tetapi tidak diijinkan masuk. Bahkan lebih dari itu, kami dipukuli oleh para penjaga pintu.

Hal ini tentu saja membangkitkan kemarahan Zhang Fei yang dalam keadaan mabuk berat tersebut. Zhang Fei sangat marah sehingga matanya melotot besar sekali. Ia langsung melabrak masuk ke dalam penginapan. Penjaga pintu yang ketakutan langsung lari begitu melihatnya. Ia lalu masuk ke dalam pelataran taman penginapan. Di sana ia melihat inspektur tersebut sedang duduk di atas kursi tinggi, sementara pejabat kecil daerah sedang diikat dan berlutut di bawahnya.
"Penindas rakyat! Pencuri!" teriak Zhang Fei. "Tahukah kau siapa aku ini?"
Sebelum Du Biao sempat menjawab, Zhang Fei telah menarik rambutnya dan mendorongnya ke depan. Zhang Fei lalu menggunakan sebatang ranting pohon willow untuk mencambuki inspektur itu dengan sekeras-kerasnya.

Liu Bei saat itu sedang duduk termenung sedih. Ketika mendengar suara ribut-ribut di luar, ia segara bertanya ada masalah apa. Mereka menjawab, "Tuan Zhang Fei mengikat seseorang dan memukulinya!"
Mendengar itu Liu Bei bergegas keluar mendatangi Zhang Fei, lalu bertanya mengapa ia memukuli Du Biao.
"Kalau kita tidak memukul bajingan ini sampai mati, coba pikir, apa yang akan terjadi kemudian?" kata Zhang Fei.
"Tuan Liu yang bijaksana, tolong selamatkan aku!" pinta Du Biao memohon.

Liu Bei yang berhati lembut segera meminta Zhang Fei untuk melepaskan dan membebaskannya. Pada saat itu Guan Yu tiba dan berkata, "Kakak, setelah perjuanganmu yang luar biasa kau hanya mendapatkan jabatan ini dan setelah itu orang ini datang untuk merendahkanmu. Sarang burung bukanlah tempat yang cocok untuk burung Hong. Lebih baik kita bunuh saja tukang peras ini, kemudian pergi dari sini dan kembali ke rumah sampai kita dapat membuat rencana yang lebih besar lagi."

Liu Bei merenung sejenak kemudian menyerahkan lencana tugasnya dan menggantungkannya di leher Du Biao sambil berkata, "Kalau aku mendengar kau menyengsarakan orang lagi, aku akan membunuhmu. Sekarang aku mengampuni nyawamu dan mengembalikan tanda penugasan ini. Kami pergi."

Setelah itu mereka bertiga pun pergi. Walaupun seluruh penduduk desa bersujud meminta Liu Bei tidak meninggalkan mereka, namun Liu Bei telah mengambil keputusan bulat. Saat itu hari sudah senja ketika bayangan tiga bersaudara itu berlalu. Mereka akan menemukan takdir yang lebih besar lagi untuk perjuangan yang mereka lakukan....

Tamat

Salm HSG,
Tsn.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates