30/01/11

Mengintip Kehidupan Tradisional Suku Baduy

Mengintip Kehidupan Tradisional Suku Baduy



Salam Surgawi,

Ada beberapa suku primitif di Indonesia yang masih menganut paham naturalisme. Tiga yang paling terkenal adalah: Suku Dayak di Kalimantan Barat, Suku Badui di Banten, Jawa Barat dan Suku Kubu, Jambi, Sumatra.

Kali ini, HSG kembali mengupas tentang kehidupan tradisional Suku Baduy, Banten, Jawa Barat.

Selamat membaca.

The Baduy (atau Badui), yang menyebut dirinya Kaneka atau Kanekes, adalah sebuah komunitas tradisional di bagian barat provinsi Banten, dekat Rangkasbitung. Populasi mereka antara 5000 dan 8000 berpusat di pegunungan Kendeng, di ketinggian 300-500 meter dari permukaan laut Banten, Jawa terkandung dalam hanya 50 mil persegi dari berbukit 120 km dari Jakarta.

Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu Suku Baduy. Suku Baduy mendiami kawasan Pegunungan Keundeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Masyarakat Baduy memiliki tanah adat kurang lebih sekitar 5.108 hektar yang terletak di Pegunungan Keundeng. Mereka memiliki prinsip hidup cinta damai, tidak mau berkonflik dan taat pada tradisi lama serta hukum adat.

Kadang kala suku Baduy juga menyebut dirinya sebagai orang Kanekes, karena berada di Desa Kanekes. Mereka berada di wilayah Kecamatan Leuwidamar. Perkampungan mereka berada di sekitar aliran sungai Ciujung dan Cikanekes di Pegunungan Keundeng. Atau sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta dan 65 km sebelah selatan ibu kota Serang.

Suku Baduy termasuk dalam kelompok suku Sunda yang berbahasa Sunda dengan dialek khas Banten.

Masyarakat suku Baduy sendiri terbagi dalam dua kelompok. Kelompok terbesar disebut dengan Baduy Luar atau Urang Panamping yang tinggal disebelah utara Kanekes. Mereka berjumlah sekitar 7 ribuan yang menempati 28 kampung dan 8 anak kampung. Sementara di bagian selatannya dihuni masyarakat Baduy Dalam atau Urang Tangtu. Diperkirakan mereka berjumlah 800an orang yang tersebar di Kampung Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana.

Kedua kelompok ini memang memiliki ciri yang beda. Bila Baduy Dalam menyebut Baduy Luar dengan sebutan Urang Kaluaran, sebaliknya Badui Luar menyebut Badui Dalam dengan panggilan Urang Girang atau Urang Kejeroan. Ciri lainnya, pakaian yang biasa dikenakan Baduy Dalam lebih didominasi berwarna putih-putih. Sedangkan, Baduy Luar lebih banyak mengenakan pakaian hitam dengan ikat kepala bercorak batik warna biru.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang. Selain itu mereka menjual hasil kerajinan seperti Koja dan Jarog(tas yang terbuat dari kulit kayu), tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung, golok, parang dan berburu.

Masyarakat Baduy sangat taat pada pimpinan yang tertinggi yang disebut Puun. Puun ini bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan kehidupan masyarakat yang menganut ajaran Sunda Wiwitan peninggalan nenek moyangnya. Setiap kampung di Baduy Dalam dipimpin oleh seorang Puun, yang tidak boleh meninggalkan kampungnya. Pucuk pimpinan adat dipimpin oleh Puun Tri Tunggal, yaitu Puun Sadi di Kampung Cikeusik, Puun Janteu
di Kampung Cibeo dan Puun Kiteu di Cikartawana.

Sedangkan wakilnya pimpinan adat ini disebut Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai juru bicara dengan pemerintahan desa, pemerintah daerah atau pemerintah pusat. Di Baduy Luar sendiri mengenal sistem pemerintahan kepala desa yang disebut Jaro Pamerentah yang dibantu Jaro Tanggungan, Tanggungan dan Baris Kokolot.

Keberadaan masyarakat Baduy sendiri sering dikaitkan dengan Kerajaan Sunda (Pajajaran) di abad 15 dan 16. Saat itu, kerajaan Pajajaran yang berlokasi di Bogor memiliki pelabuhan dagang besar di Banten, termasuk alamnya perlu diamankan. Nah, tugas pengamanan ini dilakukan oleh pasukan khusus untuk mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan ini yang diyakini sebagai cikal bakal suku Baduy.

Ada pula yang mempercayai awal kebedaraan suku Baduy, merupakan sisa-sisa pasukan Pajajaran yang setia pada Prabu Siliwangi. Mereka melarikan diri dari kejaran pasukan Sultan Banten dan Cirebon. Namun pada akhirnya, mereka dilindungi Kesultanan Banten dan diberi otonomi khusus.

Pembagian Suku Baduy

Ada dua kelompok suku Baduy yang dibedakan berdasarkan cara hidup dan tempat tinggal. Hal ini disebabkan banyaknya generasi penerus suku Baduy yang ingin mengikuti perkembangan jaman dan teknologi.

Kehidupan Suku baduy berdasarkan pembagiannya yaitu:

* Kehidupan suku Baduy Dalam.

Disebut suku Baduy Dalam karena masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat dan budaya yang telah diwariskan dari leluhur mereka. Kehidupan suku Baduy Dalam ini masih alami, tidak diperbolehkan mengikuti perkembangan jaman dan teknologi.

Wilayah suku Baduy Dalam masuk ke dalam wilayah Kanekes, Lebak Banten. Untuk membedakan, orang Baduy dalam memiliki ciri-ciri khas yaitu dari pakaian yang dikenakan semuanya berwarna putih atau biru tua dengan menggunakan ikat kepalanya yang juga berwarna putih.

Uniknya, pakaian yang dipakai harus merupakan hasil tenunan buatan sendiri dan bukan dibeli. Hasil tenunan tersebut juga harus dijahit sendiri.

Suku Baduy Dalam ini tidak menggunakan alat-alat elektronik seperti televisi dan lainnya, juga tidak boleh menggunakan alas kaki seperti sendal dan sepatu saat berjalan. Semuanya serba alami dan tidak mengikuti perkembangan jaman.

Kehidupan suku Baduy Dalam ini memang masih tradisional dan mempertahankan tradisi. Jika ada pendatang yang ingin masuk ke dalam suku Baduy dalam pun, harus menghormati tradisi disana.

* Kehidupan suku Baduy Luar.

Kehidupan suku Baduy Luar berbeda jauh dengan kehidupan suku Baduy Dalam. Itulah sebabnya mereka disebut Baduy Luar, karena telah keluar dari wilayah asal di Kanekes dan membentuk kelompok baru disana.

Kehidupan suku Baduy Luar ini lebih mengikuti perkembangan jaman dan teknologi. Umumnya, masyarakat suku Baduy Luar merupakan generasi muda yang menginginkan perubahan hidup.

Masyarakat Baduy Luar telah mengenal alat elektronik seperti televisi dan lainnya. Juga telah menggunakan alat transportasi umum atau kendaraan. Kehidupan suku Baduy Luar lebih modern, pembuatan rumahnya jauh lebih mengikuti perkembangan jaman.

Ciri-ciri orang Baduy Luar adalah pakaian yang dikenakannya berwarna hitam dengan ikat kepla yang berwarna hitam pula. Pakaian yang dipakai bisa dibeli atau tidak ditenun sendiri. Tidak ada larangan untuk memakai pakaian model yang lain. Generasi muda suku Baduy luar bahkan sudah memakai kaos dan celana.

Terlepas dari perbedaan kedua suku Baduy, kehidupan suku Baduy ini dapat menjadi contoh yang baik. Menjaga keseimbangan alam dengan kehidupan manusia yang selaras dan serasi agar tidak terjadi kerusakan.


Seorang warga suku Baduy tinggal rumah tradisional mereka di wilayah hutan pegunungan Kendeng
http://img502.imageshack.us/img502/6476/baduy03.jpg


Seorang warga Baduy tradisional terlihat di desa mereka di wilayah pegunungan hutan pegunungan Kendeng di Banten, Indonesia. Masyarakat tradisional terdiri dari sekitar 5000-8000 orang yang tersebar, daerah perbukitan hanya 50 kilometer persegi. Agama orang Baduy disebut Wiwitan Agama probe memadukan unsur-unsur Hindu, Buddha dan kepercayaan tradisional, termasuk berbagai tabu seperti tidak makan di malam hari, mendapatkan uang, menyetujui emas atau perak atau bahkan potongan rambut.
http://img694.imageshack.us/img694/4263/baduy01.jpg


Seorang ibu suku Baduy memasak nasi secara tradisional di rumah di kawasan hutan pegunungan Kendeng.
http://img163.imageshack.us/img163/1306/baduy02.jpg


Seorang wanita dari suku Baduy membuat kain tenun tradisional dari rumah mereka di wilayah hutan pegunungan Kendeng.
http://img534.imageshack.us/img534/1826/baduy04.jpg
http://img406.imageshack.us/img406/263/baduy05.jpg
http://img204.imageshack.us/img204/9206/baduy06.jpg


Pemanndangan umum rumah-rumah tradisional suku Baduy di wilayah hutan pegunungan Kendeng siang hari.
http://img69.imageshack.us/img69/585/baduy07.jpg


Seorang anggota tradisional suku Badui untuk membawa pisang untuk dijual di desa mereka.
http://img508.imageshack.us/img508/9743/baduy08.jpg


Seorang pria dari suku Badui memakai gaun kepala tradisional di desa.
http://img716.imageshack.us/img716/4861/baduy09.jpg


Seorang anggota suku Baduy sedang mempersiapkan untuk mengangkut kayu dari sungai,untuk dijual di desa mereka di wilayah hutan pegunungan Kendeng.
http://img192.imageshack.us/img192/4554/baduy10.jpg


Seorang anggota suku Baduy membawa kayu dari sungai untuk menjual di desa.
http://img268.imageshack.us/img268/1035/baduy11.jpg


Seorang anggota suku Baduy membawa kayu dari sungai untuk menjual di desanya.
http://img171.imageshack.us/img171/183/baduy12.jpg
http://img62.imageshack.us/img62/3701/baduy13.jpg


Pemandangan umum rumah tradisional suku Badui.
http://img411.imageshack.us/img411/4504/baduy14.jpg


Dua anak-anak dari suku Baduy membawa kayu bakar menuju desa mereka.
http://img832.imageshack.us/img832/5527/baduy15.jpg


Seorang pria dari suku Baduy memakai gaun kepala tradisional di rumahnya.
http://img824.imageshack.us/img824/1741/baduy16.jpg


Seorang anggota suku Baduy berjalan di jembatan bambu tradisional di desa.
http://img833.imageshack.us/img833/2073/baduy17.jpg


Seorang anggota suku Baduy berjalan menuju desa.
http://img524.imageshack.us/img524/1135/baduy18.jpg
http://img213.imageshack.us/img213/5238/baduy19.jpg


Salam HSG


Posted by:
Kaz HSG
©HSG - January 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates