02/10/10

Happy Birthday


“Yen, kamu bisa menemaniku ke rumah sakit Telogorjo saat pulang sekolah? Jenguk teman nih” kata perempuan dengan wajah ketakutan meminta tolong kepada lelaki di ruang kelas mereka berada.

“Waduh, aku ada perlu nanti sama keluarga, super sibuk hari ini maaf ya Li” balasnya memohon dengan senyum kepada perempuan tersebut.

“Oh, begitu ya? Baiklah, aku percaya, tapi besok kamu harus jenguk dia Yen” balasnya dengan tersenyum.

“Baik, aku mau ke perpustakaan dulu, bye” kata yen sambil tersenyum.

Zheng Li, seorang remaja yang bersekolah di UNAKI. Universitas Akutansi Indonesia. Bersama pacarnya Zhi Yen yang sedang diajak bicaranya saat di kelas mereka. Sebenarnya Na ingin Yen menemaninya ke rumah sakit Telogorjo tempat temannya Asakura Takeshi dirawat. Karena ia juga ingin Yen menjenguk Takeshi yang kecelakaan yang membuatnya tak bisa berjalan untuk sementara. Terpaksa ia pergi sendirian tanpa teman.

Dalam penamaan nama masyarakat Jepang dan Cina, nama marga berada di depan dan nama kecil berada di belakang.

“Hah... Yen kejam, kenapa dia sibuk sih hari ini? Apalagi dalam rangka jenguk teman, bete......” kata Li cemberut dalam hati.

Berjalan di jalan Simpang Lima yang tak asing di Semarang, tempat yang ramai dan memiliki 2 mall besar, yaitu Citra Land dan Matahari. karena rumah sakit Telogorjo tempat Takeshi dirawat berada di dekat Mall Citra Land, ia mengunjungi mall tersebut untuk membeli sebuah figurin Edward Elric dari Fullmetal Alchemist yang telah ia janjikan untuk Takeshi yang otaku.

Otaku: Penggila sesuatu, seperti penggila game atau anime

“fiuh, akhirnya sovenir buat Takeshi sudah kubeli, sekarang... apalagi ya? Langsung saja deh” Li langsung pergi ke rumah sakit Telogorjo.

Tiba-tiba Li menghentikan langkahnya. Melihat Yen duduk di sebuah rumah makan cepat saji di Mall Citra Land. Ia bingung karena ia sendirian, bukannya dia bersama keluarganya? Pikir Li kebingungan. Tiba-tiba datang temannya yaitu Gita. Yen berdiri dan memeluk Gita dan mereka makan bersama di rumah makan tersebut. Figurin yang dibawa oleh Li jatuh dan rusak. Mulai keluar dugaan-dugaan setelah melihat Yen dan Gita makan bersama. Hati Li hancur melihat mereka begitu mesra makan berdua. Tanpa basa-basi Li langsung memergoki Yen dan Gita.

“Yen?” Yen langsung terkejut dengan suara Li dan menengok ke arahnya.

“Kenapa? Kenapa kamu tega Yen? Kenapa Yen?” kata Li menahan air mata.

“Tu... tunggu Li” *Plak* Li menampar Yen secara tiba-tiba karena tidak dapat menahan emosi.

*Brak*“Hey Li, jangan salah paham dulu dong, kami punya alasan kenapa kami ke sini” balas Gita berdiri dan menghentakan meja.

Apa yang dikatakan Gita tak dipedulikan Li dan ia lari keluar dengan wajah menangis meninggalkan mereka berdua.

*greb* lengan Li digenggam oleh Yen “Lepaskan, atau aku akan teriak pencuri sekeras mungkin” gertak Li agar ia bisa melepaskan diri dari Yen.

“Hah... silahkan tapi aku belum mau melepaskanmu. Dengar, kami ke sini bukan seperti yang kamu kira, kami ke sini karena satu alasan yaitu...” kata Yen gugup.

“Lepaskan, pencuri! Pencuri!” setelah Li teriak banyak orang berdatangan untuk memukuli Yen.

“Selamat ulang tahun Li” kata Yen tersenyum dan memberikan kotak perhiasaan sebelum dihajar massa.



Kata-kata tersebut mengguncang hati Li yang sudah menuduh Yen dengan sembarangan namun semua telah terlambat, pukulan demi pukulan telah dilayangkan ke Yen, Li melihat isi kotak tersebut dan berisikan kalung berwarna perak yang ia inginkan sewaktu mereka pergi bersama ke sebuah toko emas di jalan pecinan. Terkejut, lega, dan sedih menjadi satu. Setelah sadar kesalahannya, dengan wajah menangis yang tak tertahankan, Li menerobos masuk ke arah kerumunan massa yang memukuli Yen dan memeluk Yen untuk melindunginya.

“Hentikan! Tolong! Hentikan!” teriak Li mengejutkan semua orang yang berada dalam rumah makan tersebut.

Setelah melihat Li yang melindungi Yen, massa yang memukuli Yen sadar dan berhenti memukulinya yang telah terluka parah. Wajah hancur bercucuran darah disertai dengan badan yang remuk akibat dihantam massa yang mengira Yen pencuri. Li menyentuh urat nadi Yen. Li merasakan urat nadi Yen, namun... sangat lemah, persentasi kematian sudah sangat tinggi, air mata Li keluar begitu banyak, ia menyesal atas perbuatannya, namun tangan Yen yang berdarah mengusap air matanya sambil tersenyum seperti tak mempunyai beban apapun sekarang.

“Seseorang! Cepat panggil ambulan! Atau angkat korban massa ini ke rumah sakit Telogorjo sekarang!” teriak Gita yang ikut mengangkat Yen.

“Aku beritahu ya, dia memintaku membelikan perhiasan itu, aku ke sini untuk memberikan hadiahnya ke kamu. Kamu keterlaluan Li” kata Gita sesaat sebelum pergi meninggalkan Li.

Warga di rumah makan tersebut segera mengangkat Yen dan membawanya ke rumah sakit Telogorjo karena jarak antara Citra Land dan rumah sakit Telogorjo dekat. Li hanya bisa menangis dan menyesali perbuatannya. Apa yang harus ia lakukan? Apa yang bisa ia lakukan? Ia tak bisa berpikir, kepalanya penuh dengan rasa penyesalan yang meluap. Ia yakin ada sesuatu yang bisa ia lakukan. Ia berdiri lalu berlari menuju ke ruang UGD. Ia tak tahu apa yang akan ia lakukan, namun ia tahu bahwa ia harus pergi ke sana untuk melakukan sesuatu. Ia bertanya kesana kemari mencari keberadaan Yen yang terluka parah. Ia melihat Gita dan segera berlari ke arahnya.

“Gita, maafkan aku, aku telah menuduh sembarangan” kata Li tergesa-gesa.

“Jangan masalahin itu, cepat ke tempat Yen, dia sudah kritis” kata Gita lari ke tempat Yen diikuti dengan Li di belakangnya.

Setelah sampai ke tempat Yen dirawat, terlihat Yen terbaring di tempat tidur dengan kondisi yang kritis, dipasang alat detak jantung, selang infus, dan tabung oksigen. Air mata Li kembali membanjiri matanya. Rasa menyesal membanjiri hatinya.

“Li? Apa-apaan ini?” tiba-tiba terdengar suara lelaki dari belakang.

“Kenapa Yen terbaring di sana? Kenapa dia terluka?” terlihat lelaki berwajah Jepang berjalan dengan tongkat untuk membantunya berjalan.

“Ta... Takeshi? Bukannya kamu tidak bisa jalan?” kata Gita terkejut.

“Sudahlah! Jawab pertanyaanku! Kenapa Yen ada di sana!?” gertak Takeshi dengan wajah marah.

Heninglah suasana di UGD, Li hanya bisa menangis di dada Yen yang terbaring di tempat tidur sambil memegang tangan Yen..

“Ma... maafkan aku, semuanya... semuanya salahku, aku yang menyebabkan ini semua” kata Li yang masih menangis di dada Yen.

“Yen... tolonglah... aku tak ingin kehilangan kamu, tolong, bangunlah dari mimpimu, aku belum siap menghadapi ini semua” lanjut Li.

Tiba-tiba sinar putih menerangi tangan Yen yang digenggam oleh Yen. Sesaat setelah itu, tubuh Yen hilang dari tempat tidurnya. Semua terkejut akan hal ini, Mereka semua berpikir bahwa jasad Yen telah menghilang dipanggil Yang Maha Kuasa. Berduka semuanya. Kehilangan teman sekaligus orang yang dikasihinya.

“Hmm? Kenapa kalian semua sedih begitu?” kata lelaki yang suaranya tak asing bagi mereka.

“Ye Ye Ye Yen!? Itukah kau!?” kata Takeshi terkejut seperti melihat hantu.

“Yen!? Kamu Yen kan!?” kata Gita yang ikut terkejut.

“Ya, ini aku, kalian kenapa? Seperti lihat hantu saja” kata Yen kebingungan.

*Brak* Tiba-tiba Li terjatuh dari kursi yang ia duduki. Terkejut dan ketakutan. Li mengira Yen yang ia lihat sekarang adalah hantu.

“Pe... pergi! Kamu bukan Yen! Yen sudah mati! Yen sudah mati!” kata Li merangkak menjauh.

“Yen, kenapa kamu bisa di situ?” tanya Takeshi agak ketakutan.

“Aku teringat saat massa menghajarku sampai pingsan, saat bangun, aku sudah ada di WC” kata Yen dengan polos.

Li masih belum percaya dan ketakutan. Yen menyadarinya saat Li terjatuh dari kursinya. Yen jalan perlahan mendekati Li yang merangkak menjauhi Yen.

“Li? Kenapa kamu takut kepadaku? Bukannya kamu bahagia melihatku sehat?” kata Yen mencoba membuat Li percaya.

“Pergi! Aku bilang Pergi!” kata Li yang terpojok ketakutan di dinding.

“Li? Tolong, percayalah, aku masih hidup” kata Yen mendekati Li.

“Pergi! Pergi!” *greb* Yen memeluk Li setelah ia dekat dengan Li.

“Li... tolong percayalah padaku, maaf aku sudah membuatmu khawatir, tapi jangan buat aku sakit lagi dengan perkataanmu itu” kata Yen memegang kepala Li.

“Ye...YEN!!!” teriak Li yang diikuti dengan tangisannya dan tiba-tiba Li pingsan di pelukan Yen.

Semua lega dengan kejadian ini, keajaiban telah terjadi, Takeshi dan Gita bahagia dengan semuanya. Li dan Yen pun tersenyum sekali lagi.

Keesokan harinya di sebuah taman...

“Yen, maaf ya”

“Hmm? Memang kenapa?”

“Aku sudah membuatmu tersiksa kemarin”

“O... tidak kok, aku juga salah dah bohong sama kamu”

“Intinya sama-sama salah kan? Ya ampun...”

“Eh, besok ke Citra Land yuk”

“Jangan deh, aku takut ke sana tapi ya boleh deh”

“Hayah, sama saja deh”

“Ngomong-ngomong... terimakasih Yen...”



We were dealing with the same pain

On the moonlight

Was watching us

Who were fragile



I’m always quick to say things that I don’t mean

And regret it later

I’m clumsy

But you always forgive me



How can I convey it to you?

I want to send this feeling to you

I love you

I love you

Because I can no longer put it into words

Now...

In the corner of the room

Where there’s no one else

We kissed

As if we licked each other’s wounds

I wish the temperature we create

By touching each other could melt us

And stop the time forever

Diambil dari kisah sehari-hari

Created By Wang An Jen

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates