25/07/10

Ketulusan Seorang Ibu

Buuuu,,, Ibuuuuuuuu…… mana baju sekolahku?” teriak Kevin pada ibunya.
“Iya nak, sabar sebentar ya.. ini lagi diseterika...” jawab ibunya.
Beberapa saat kemudian sang ibu pun masuk ke kamar untuk memberikan baju sekolah padanya. Kevin langsung merebut baju itu dari tangan ibunya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Kevin memang semakin sering kurang ajar pada ibunya semenjak ditinggal mati ayahnya, sejak ia masih berumur 4 tahun. Sang ibu tak pernah memarahinya, melainkan tetap bersabar menghadapinya dengan penuh cinta dan kasih sayang, namun si anak tak pernah menghargainya.
Tak lama,, kemudian Kevin pun keluar dari kamarnya.
”Aku minta uang jajan, Bu! Aku tidak mau membawa bekal ke sekolah,, aku malu sama teman – teman” kata Kevin.
“Tapi…nak,, kamu kan tau ibu belum punya uang, uang yang kita punya sekarang lebih baik untuk membeli beras. Jadi, sementara ini kamu bawa bekal dulu ya, nak.” ucap sang ibu seraya mengelus lembut rambut anaknya.
“Tidak mauuuu,,, pokoknya aku minta uang jajan..! Kalau tidak, aku gak mau masuk sekolah!” bentak Kevin.
Dengan berat hati sang ibu pun masuk ke kamar untuk mengambil uang dan memberikannya pada Kevin, buah hatinya.
“Ini nak,,simpan baik – baik. Tapi, kamu jangan boros ya.. Kalau bisa kamu sisakan buat besok.” ucap sang ibu.
Tanpa menghiraukan ucapan ibunya Kevin langsung merebut uang itu dari tangan ibunya dan bergegas pergi.
***
Perlu diketahui.... Mariani, sang ibu, bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kevin adalah anak satu – satunya dari hasil pernikahannya dengan Bambang, alm. Suaminya, dan ia sudah menjanda selama 13 tahun (berhubung gw suka angka 13 jadi gw buat aja 13 tahun hahahahaha). Kevin sekarang sudah berumur 17 tahun. Mariani mengontrak rumah kecil yang berdekatan dengan rumah tempat ia bekerja. Dengan gaji hanya menjadi pembantu rumah tangga inilah ia bisa menyekolahkan Kevin hingga SMA sekarang.
Tapi Kevin tak sedikitpun bisa membuat sang ibu tersenyum bangga, yang ada ia malah membentak – bentak ibunya hingga tak terbayang lagi seberapa besar luka yang telah digoreskannya pada sang ibu. Di sekolahnya, Kevin juga terkenal sangat badung dan bengal, hingga suatu hari terjadi musibah Kevin bertabrakan dengan truk pengangkut kayu di ujung jalan ketika melakukan balapan liar bersama teman – temannya. Kevin pun segera dilarikan ke rumah sakit terdekat karena mengalami luka yang sangat parah.
Sedangkan di rumah, sang ibu masih menunggu Kevin dengan masakan yang lumayan enak karena tadi pagi ia menerima gajinya bulan ini. Ia berharap saat pulang nanti, Kevin akan senang dengan masakan yang dihidangkannya. Namun lama ia menunggu, Kevin tak kunjung pulang, sampai – sampai masakannya pun menjadi dingin.
Sang ibu mulai gelisah serta khawatir dan akhirnya jam dinding pun berdentang satu kali menandakan pukul 1 pagi. Selang berapa lama tiba – tiba terdengar suara pintu diketuk.

Tok.. Tok.. Tok…
Ia bergegas membuka pintu berharap si anak pulang. Namun saat pintu dibuka, yang terlihat bukanlah Kevin melainkan teman – teman sekolah Kevin. Dengan wajah kebingungan dan pucat pasi, mereka mengabarkan kalau Kevin mengalami kecelakaan tadi sewaktu mengikuti balap liar di jalan. Sang ibu pun langsung jatuh tersungkur dan menangis histeris, teman – teman Kevin berusaha menenangkan sang ibu lalu mengajaknya melihat keadaan Kevin di rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit sang ibu dengan hati yang perih berjalan lemas dipapah 2 orang teman Kevin menuju kamar dimana anaknya dirawat. Saat memasuki kamar, sungguh hancur hati sang ibu karena melihat anaknya terbaring tak berdaya dengan kondisi yang amat parah. Sang ibu hanya bisa menangis dan berdoa berharap anaknya segera pulih kembali. Tak lama, dokter pun datang dan segera memeriksa keadaan Kevin. Para suster meminta sang ibu untuk menunggu diluar...
Dengan hati yang sedih disertai bingung sang ibu pun menunggu penuh cemas dan terus berdoa agar Kevin baik – baik saja. Beberapa saat kemudian dokter pun selesai memeriksa Kevin dan keluar. Melihat sang dokter, ia pun bergegas bangkit dan menanyakan keadaan Kevin.
“Bagaimana keadaan anak saya dok?” tanya sang ibu dengan berlinang airmata.
“Tenang… tenang dulu ya bu… Sebelumnya saya minta maaf,, karena kami hanya bisa memberikan pertolongan medis sebisa yang kami mampu,, karena mengingat kondisi anak ibu yang cukup parah dan mengalami pendarahan yang hebat sehingga mengakibatkan anak ibu koma.” jawab sang dokter.
“Tetapi kami akan memberikan surat rujukan untuk memindahkan anak ibu ke rumah sakit lain agar bisa memberikan perawatan yang lebih baik untuk anak ibu berhubung peralatan medis di rumah sakit kami tak sesuai dengan keadaan anak ibu yang sangat parah, dan tentu saja itu membutuhkan biaya yang sangat besar untuk menyelamatkan nyawanya.” lanjut sang dokter.
Mariani menangis dan bersedih karena tak tau lagi harus berbuat apa.
“Baiklah dok,, saya bersedia memindahkan anak saya demi menyelamatkan nyawanya. Saya akan berusaha mendapatkan biaya untuk perawatannya.” jawab sang ibu.
Dengan hati yang amat sedih, sang ibu pun menatapi anaknya, ia menangis dan berdoa...
”Ya.. Tuhan! Kau lah maha pengasih dan maha penyayang.. Kami ini hanyalah umat – Mu yang lemah.. Kau lah yang berkuasa atas semuanya, termasuk hidup dan mati umat – Mu.. Selamatkanlah nyawa anakku.. Tolong,, kumohon jangan dulu Kau ambil dia sebelum aku.. Mengapa harus anakku yang Kau cobai, Tuhan..?? Ambillah aku sebagai gantinya, aku rela mengganti nyawaku dengan nyawa anakku, aku sudah cukup menikmati hidup yang telah Kau berikan, sedangkan perjalanan hidup Kevin masih panjang.. Aku kini berserah pada – Mu, ya Tuhan.. Selamatkan dan sembuhkan anakku, Tuhan..”
Akhirnya,, Kevin pun segera dipindahkan ke rumah sakit yang dirujuk guna mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
Sayangnya pihak rumah sakit itu terlebih dahulu meminta uang muka untuk perawatan Kevin karena melihat kondisi Kevin yang sangat parah. Pihak rumah sakit harus memanggil beberapa tim medis dari luar negeri untuk menangani Kevin. Sang ibu semakin terjepit tak tau harus berbuat apa,, ia pun akhirnya memberanikan diri mendatangi rumah majikannya dengan maksud meminjam uang,, tetapi sang majikan hanya bisa meminjamkan sedikit padanya.. Dengan rasa syukur dan terima kasih pada majikannya,, ia pun bergegas kembali ke rumah sakit untuk memberikan uang hasil pinjamannya itu meskipun ia tau uang itu tak akan cukup untuk membuat pihak rumah sakit menyelamatkan anaknya.
Setelah menyerahkan uang itu,, pihak rumah sakit hanya bisa memberikan perawatan yang seperlunya,, karena untuk mendatangkan tim medis dari luar, mereka juga harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Tetapi sang ibu tak mau berhenti berusaha,, ia dengan gigih mencoba mendapatkan biaya untuk anaknya dari mencuci baju tetangga – tetangga, menjual koran hingga ia harus membersihkan sampah – sampah jalanan namun uang yang didapatnya tak seberapa dibandingkan dengan yang dibutuhkan. Tanpa peduli dengan kesehatannya sendiri ia rela demi mendapatkan uang tersebut.

Hingga akhirnya,, kondisi Kevin pun semakin memburuk dan ia harus segera mendapatkan perawatan yang lebih intensif,, sedangkan sang ibu belum juga bisa mencukupi biaya perawatan anaknya. Dengan berlinang airmata,, ia memohon kepada pihak rumah sakit untuk mau bermurah hati. Sampai – sampai ia pun berlutut memohon kepada semua staf, dari para dokter hingga suster – suster di rumah sakit itu, namun mereka tidak bisa berbuat banyak. Mereka telah banyak membantu dengan mengijinkan Kevin tetap dirawat disana mengingat pembayarannya yang masih sangat kurang dari prosedur yang ditetapkan pihak rumah sakit.
Sang ibu terus berusaha supaya mendapatkan biaya tersebut hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk diambil darahnya dan menjualnya pada pihak rumah sakit.. Ia bersyukur karena bisa mengumpulkan sedikit demi sedikit walau belum banyak terbantu. Sementara pihak rumah sakit mulai mendesak, sang ibu semakin kehabisan akal, ia tidak bisa terus – menerus diambil darahnya karena kondisi kesehatannya juga mulai menurun.
Suatu ketika, ia melihat seorang wanita sedang menangis di salah satu lorong rumah sakit,, dan ia pun berjalan menghampiri wanita itu.

”Kenapa anda menangis?” tanya nya pelan.
”Putri saya satu – satunya kini lagi kritis dan harus segera mendapatkan cangkok sum – sum tulang belakang.” jawab wanita itu seraya menghapus airmatanya. ”Saya bingung karena seluruh keluarga telah menjalani pemeriksaan medis dan tak ada satu pun yang cocok. Dokter telah menghubungi semua rumah sakit tetapi hanya ada satu rumah sakit di luar negeri yang memiliki sum – sum tulang identik. Namun butuh beberapa minggu untuk proses pengirimannya sedangkan kondisi anak saya semakin memburuk.” jelasnya dengan pasrah.
Sejenak Mariani mendapat ide dan berkata ”Saya bersedia melakukan pemeriksaan medis untuk mengetahui apakah sum – sum tulang saya cocok dengan anak ibu atau tidak.”
”Anda serius?” tanya wanita itu kegirangan. ”Saya akan menghubungi dokter agar Anda bisa segera menjalani pemeriksaan itu.” ujar wanita itu.
Akhirnya pemeriksaan selesai dan hasilnya dinyatakan positif.. Terlihat keluarga itu amat gembira karena harapan putri kesayangannya untuk sembuh sangatlah besar...

Sementara Kevin...... masih terbaring koma.
(Maafkan ibu, nak..! Bertahanlah.. ibu takkan membiarkanmu lama menderita,, akan ibu perjuangkan sampai kamu sembuh..) batinnya.
”Saya sangat berterima kasih karena Anda sudah bersedia mendonorkan sum – sum tulang Anda untuk putri kami.” ucap mereka.
”Oh ya.. sampai lupa nih,, saya Siska dan ini suami saya, Heru.” ucap wanita itu memperkenalkan diri seraya menjabat tangan Mariani.
”Saya Mariani.” balasnya.
”Ngomong – ngomong,, Kalau boleh tau, kamu sedang menjenguk keluarga yang sakit atau....” lanjut siska sambil mengernyitkan dahi.
”Saya sudah 2 minggu berada disini karena anak saya Kevin mengalami kecelakaan dengan kondisi yang sangat parah dan sampai sekarang ia masih dalam keadaan koma.” jawab Mariani dengan mata berkaca – kaca.
”Kamu sendirian? Lalu apa kata dokter tentang kondisi Kevin?” tanya Heru.
”Iya,, saya sendirian, suami saya sudah meninggal 13 tahun yang lalu. Kata dokter,, Kevin mengalami beberapa patah tulang yang lumayan serius. Yang membahayakan adalah beberapa urat saraf organnya putus dan harus ditangani oleh tim medis dari luar negeri.” jelasnya.
”Oh.. kami minta maaf.. Terus sejauh ini perkembangannya gimana?” tanya Siska lagi.
”Tidak ada perkembangan yang baik karena pihak rumah sakit hanya bisa memberikan perawatan yang terbatas berhubung saya belum bisa mencukupi untuk membayar biaya tersebut menurut prosedur yang telah ditetapkan.” jawabnya.
Suami istri itu merasa iba mendengar cerita Mariani.
”Hmm... begini saja,, anggap kami membeli sum – sum tulang yang telah kamu donorkan untuk putri kami. Kami sangat ingin membantu,, Yah... walaupun tidak banyak,, kami harap ini bisa meringankan beban kamu.” ucap Heru.
”Iya... benar kata suamiku. Kami akan melunasi kekurangan administrasinya.” lanjut Siska.
Bagai fajar yang siap menyambut datangnya pagi,, Mariani serasa mendapat titik terang dari doa – doanya selama ini.. Dengan perasaan haru bercampur riang, ia pun berkali – kali mengucapkan syukur dan terima kasih kepada suami istri itu..
”Saya tidak tau bagaimana caranya harus berterimakasih dan membalas budi baik kalian.” ujar Mariani disertai linangan airmata.
”Jangan berkata begitu,, kami lah yang seharusnya berterimakasih karena kamu telah berbaik hati untuk bersedia menjadi pendonor bagi putri kami semata wayang. Kalau tidak,, mungkin saja kami sudah kehilangannya.” balas Siska seraya memeluk Mariani dan ia pun menyambut hangat pelukan Siska.
”Jangan sungkan – sungkan. Bukankah sudah seharusnya kita itu hidup saling tolong – menolong sesama yang membutuhkan?” sambut Heru dengan tersenyum.Setelah menyelesaikan pembayaran di bagian administrasi, Siska dan Heru pun pamit..
Kevin segera ditangani dan dipindahkan ke ruang operasi.. Setelah menunggu cukup lama akhirnya sang dokter pun keluar...
”Bagaimana hasil operasi anak saya, dok?” tanya Mariani gugup.
”Syukurlah kami berhasil menangani patah tulangnya, cuma diperlukan terapi yang lebih intensif lagi agar tulang yang patah bisa dengan cepat normal kembali. Tapi......” tiba – tiba dokter tidak melanjutkan kalimatnya.
”Tapi apa, dok?” desaknya cemas.
”Kevin akan pulih seperti sediakala kan? Iya kan, dok? Jawab, dok!” desaknya lagi.
”Iya,, ibu tenang dulu ya.. Karena kondisinya cukup parah,, urat saraf mata anak ibu menjadi rusak.” jelas sang dokter perlahan.
”Lalu,, apakah anak saya akan buta, dok? Apakah bisa disembuhkan, dok? Anak saya pasti bisa melihat lagi kan? Iya kan, dok?” desak Mariani dengan linangan airmata.
”Anak ibu bisa melihat lagi kalau secepatnya diganti dengan bola mata yang baru sebelum urat sarafnya rusak total.. Untuk kejelasannya,, silakan ibu konfirmasi di bagian administrasi mengenai keterangan perincian biaya cangkok mata yang baru.” terang sang dokter.
***
”Dimana lagi ibu harus mencari uang sebanyak itu untuk mengganti bola matamu, nak.. Ibu tidak mau kamu buta selamanya karena jalan hidupmu baru dimulai,, masa depanmu masih panjang dan cita – citamu belum tercapai..” bisik sang ibu seraya menatap anaknya yang masih terbaring di tempat tidur dengan jarum infus yang melekat di kedua tangannya.
”Bu... Dokter sedang menunggu ibu diruangannya. Ada hal yang ingin disampaikan pada ibu.” kata salah seorang suster.
”Baiklah,, saya akan segera kesana, sus..” jawab sang ibu.
”Anda ingin bertemu saya, dok?” tanya sang ibu setelah masuk ke ruang dokter.
”Oh..iya benar bu. Ayo,, silakan duduk dulu.” ucap sang dokter.
Setelah mempersilakan sang ibu duduk, dokter pun memulai percakapannya.
”Bagaimana, bu.. Apakah ibu sudah memutuskan soal pencangkokan bola mata untuk Kevin? Karena kalau tidak secepatnya dilakukan,, urat sarafnya akan rusak total. Dan apabila itu terjadi,, dengan bola mata sebagus dan semahal apapun, tak akan ada gunanya lagi.” terang dokter.
”Gimana ya, dok.. Saya sangat ingin pencangkokan itu secepatnya dilakukan agar Kevin dapat melihat kembali. tapi... saya tidak mempunyai uang sebanyak itu.. Saya janji akan berusaha secepatnya untuk mendapatkan uang, dok..” jawabnya menyakinkan dokter.
***
Sang ibu semakin kehilangan akal, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mendonorkan bola matanya sendiri. Tekadnya sudah bulat dan ia langsung pergi menemui dokter untuk menyampaikan niatnya. Setelah berunding lama, akhirnya dokter menyetujuinya dan Mariani menandatangani beberapa berkas yg diperlukan sebelum operasi dilakukan.
Sekarang ibu dan anak itu berada di satu ruangan, sebentar lagi operasi pemindahan mata akan dimulai. Sang ibu terus menatap anaknya..
(”Nak,, mungkin sebentar lagi ibu tidak akan bisa melihat wajahmu, sekarang ibu ingin melihatmu untuk terakhir kalinya agar ibu bisa terus mengingat wajahmu..”) batin sang ibu.
Airmatanya mengalir jatuh membasahi sebagian wajahnya..
Operasi sedang berlangsung, para dokter dan suster berusaha berkonsentrasi menyelesaikan operasi tersebut.. 4 jam telah berlalu dan akhirnya operasi pun selesai.. Anak dan ibu itu masih terbaring dengan kondisi mata tertutup perban..
Terdengar suara dari telinga sang ibu, tapi tentu saja ia tidak bisa melihat apa – apa..
”Mar.. Ini saya Siska dan Heru. Kamu udah sadar? Gimana keadaan kamu?” tanya Siska.
”Oh.. ternyata kalian. Saya baik – baik aja. Terima kasih telah datang. Tapi maaf,, beginilah kondisi saya sekarang.” jawabnya
”Iya kami mengerti keadaanmu sekarang. Kedatangan kami sebenarnya berniat menjenguk kalian tapi kata suster, kamu dan Kevin sedang menjalani operasi pemindahan mata.”
”Kami sudah menjenguk Kevin tadi, kondisinya semakin membaik. Putri kami, Melly, juga semakin sehat, tadi kami ajak juga saat menjenguk Kevin, kelihatannya Melly menyukai Kevin. Mungkin karena ia tidak punya saudara laki – laki.” kata Siska.
”Syukurlah kalau Kevin sudah membaik, tapi sayang saya tidak bisa menyaksikannya. Sis, tolong, Kevin jangan dikasih tau soal ini. Jangan sampai dia tau kalau saya mendonorkan mata untuknya.” ucap Mariani sedikit perih.
***
”Buuuu...... ibuuuuu...... Kemana sih ibuku? Lagi sakit begini malah ditinggal. Apa aku sudah tak dianggap anak lagi ya?” Kevin menggerutu.
”Hush... tidak boleh berkata seperti itu, Kevin. Semua itu tidak benar, ibumu lah yang selalu menemanimu ketika kamu koma. Ibumu sedang beristirahat, mungkin karena kecapekan.” jelas Siska meyakinkan Kevin.
Seorang suster menuntun Mariani memasuki kamar Kevin.. Sang ibu sudah sangat merindukan si buah hatinya.
”Lho, Bu. kenapa matanya? Ibu kayak orang buta aja sampai harus dituntun.” tanya Kevin.
”Iya nak.. Kemarin ibu tidak hati – hati sehingga terpeleset di kamar mandi, kata dokter untuk sementara mata ibu harus diperban sampai keadaannya benar – benar membaik.” Jelasnya berbohong.
”Makanya,, kalau jalan hati – hati, bu. Kalau begini gimana ibu bisa menjagaku nanti? Siapa yang masak buat Kevin? Siapa yang mencuci dan menyeterika pakaianku?” Kevin menggerutu.
”Kak Kevin tinggal dirumah Melly saja biar nanti bik Minah yang mengerjakan semuanya.” Melly berkata sambil tersenyum girang. ”Boleh ya, Ma.. boleh ya..” desak Melly pada mamanya.
”Tentu boleh, sayang.. Mama tau Melly ingin main bareng kak Kevin.” jawabnya lembut.
”O iya, ada hal yang ingin saya tanyakan, Mar.” ucap Siska seraya memindahkan posisi duduknya disamping Mariani. ”Kemarin kami telah berunding. Karena Melly tidak punya kakak, bersediakah kamu apabila Kevin tinggal bersama kami?” tanya Siska ragu, takut Mariani menolaknya.
”Mm..saya sangat senang dengan niat baik kalian, tapii....” belum selesai ia ngomong, Kevin segera memotong. ”Tentu saja boleh kan, bu... Wahh,, pasti sangat menyenangkan tinggal di rumah yang besar. Kevin sudah bosan tinggal dirumah jelek kita, pokoknya Kevin mau secepatnya pindah ke rumah Melly.. Jadi,, ibu harus menyusun semua pakaian dan barang – barangku. Ingat..jangan sampai ada yang tertinggal. Ibu dengar itu kan?””Tapi nak,, cuma kamu anak ibu, kesayanganku, bahkan kamulah harta ibu satu – satunya.. Siapa yang akan menemani ibu, nak?” balas Mariani dengan berat hati.
”Tapi ibu kan bisa menjengukku sewaktu – waktu.”
”Iyahh,, ibu boleh datang kerumah Melly untuk jenguk kak Kevin kalau ibu kangen. Bahkan kalau ibu mau menginap juga boleh kok.” ujar Melly penuh harap. Kevin pun melanjutkan...
”Lagian kalau kevin tetap tinggal sama ibu, bisa – bisa hidup Kevin malah berantakan karena mata ibu itu. Huh..!! Atau.... Jangan – jangan ibu cemburu karena aku bisa tinggal dirumah yang besar? Ibu gak suka lihat Kevin hidup senang? Ibu jahaaatt....!!” teriak Kevin kepada ibunya.
Dengan hati yang berat akhirnya sang ibu mengiyakannya. Ia akan bahagia kalau Kevin bisa hidup lebih baik. Selama ini sang ibu merasa sedih karena tidak pernah bisa membahagiakan anak kesayangannya itu.
”Bagaimana kalau kamu juga tinggal bersama kami, Mar? Ada pembantu kok yang membantumu. Karena tidak mungkin kamu bisa hidup sendiri dengan kondisi mata seperti itu.” usulnya kepada Mariani.
***
”Akhirnya selesai juga nih.. Huff,, capek juga ternyata pindah – pindahan gitu.” keluh Kevin dan Melly yang juga ikut membantu.
Dirumah ini, Kevin hidup berkecukupan. Sifat angkuhnya semakin menjadi. Bahkan sikapnya kepada sang ibu juga tidak berubah. Ia makin sering membentak, memarahi hingga tak segan – segan ia menghina ibunya sendiri. Sang ibu yang diperlakukan begitu hanya bisa ikhlas karena menyadari kondisinya sekarang ini.
Hanya Siska, Heru dan Melly lah yang disegani Kevin. Mereka amat menyayanginya, begitu juga Kevin. Ia dan Melly sudah seperti saudara kandung. Bahkan ia lebih perhatian dan peduli kepada mereka daripada ibu kandungnya sendiri, yang telah rela memberi matanya untuk si buah hati agar bisa kembali melihat dan menikmati dunia.
Hingga suatu Heru harus dipindahtugaskan ke luar negri. Sedangkan Siska juga ikut serta untuk beberapa minggu guna membantu menyiapkan semua kebutuhan suaminya. Kini, di rumah besar itu hanya ada Melly, Kevin dan Mariani serta bik Minah.
Siang ini, sepulang sekolah Melly langsung belajar bersama di rumah temannya, Bella. Mereka sedang giatnya belajar karena ujian kenaikan kelas sudah dekat.
Kring,, Kring,, Kringg....
Suara telepon mengagetkan bik Minah yang sedang melipat baju di kamar belakang. Bik Minah segera bangkit dan dengan sedikit berlari kecil lalu meyambar gagang telepon.
”Halo!” jawab bik Minah.
”Bikk,,antarin makan siang dong buat Melly. Laper nih.. Melly pengen makan sambal ayam rica – rica nya bik Minah nihh. Gak pake lama ya, bik.” balas Melly dari seberang sana.
”Baik, non. Di tunggu saja. Bibik segera kesana.” jawab bik Minah dengan logat jawanya yang kental sembari menutup telepon.
”Mau kemana, bik? Aku minta dibeliin pecal lele dong di depan.” perintah Kevin.
”Waduhh,, maap den Kevin, bibik buru – buru soale disuruh non Melly ngantar makan siang ke rumah non Bella. Kali ini den Kevin beli saja sendiri yahh..” jawabnya lalu bergegas pergi.
”Siaaalll.... Gak tau apa kalau orang lagi laper, malah harus beli sendiri.” kesal Kevin sambil sedikit berteriak.
Sang ibu yang mendengar teriakan anaknya langsung keluar dari kamar dengan tongkat di tangan kanannya. ”Nak,, ada apa kok marah – marah begitu?” tanya sang ibu dengan penuh kasih.
”Gimana gak marah,, bik Minah lagi antarin makan siang buat Melly padahal Kevin mau nyuruh bibik buat beli pecal lele di depan.” jawabnya kesal.”Ibu sih pake acara buta segala, kalau gak kan ibu bisa kusuruh buat beli. Ibu ini makin ngerepotin orang, aturannya ibu yang harus ngurus Kevin,, ehh malah sekarang ibu yang diurusin.” lanjutnya sambil membanting pintu kamar.
Merasa tidak berguna dan bersalah mendengar perkataan anaknya, ia lalu diam – diam nekad berjalan keluar untuk membeli pecal lele. Dengan tongkatnya ia berjalan perlahan. Untunglah sang ibu bertemu dengan tetangga dekat rumah yang kebetulan lewat.
”Nah,, sudah sampai nih warung pecal lelenya, bu..”
”Bang,, ibu ini katanya mau beli pecal lele.” kata wanita itu kepada penjual pecal lele.
”Nah, bu.. Saya permisi dulu ya,, ibu sudah hafal jalan pulangnya kan. Ikuti saja jalan tadi. Kalau ragu, nanti ibu minta tolong saja sama orang disini. Saya duluan ya.” ucap si tetangga.
”Terima kasih banyak ya.” balas Mariani.
Setelah selesai membeli, ia pun balik pulang, salah seorang pembeli menawarkan diri untuk mengantarnya pulang tetapi ia menolak. Ia mengatakan kalau ia harus mulai belajar mengenali lingkungannya karena tadi ia sudah menghafal jalannya sewaktu diantar tetangganya.
Alangkah senang hatinya, ia lumayan cepat belajar, walau pelan tapi ia sudah berhasil melewati setengahnya dan tiba – tiba ......
”Aaaaaahhhhh......” suara teriakan Mariani....
Sebuah motor dengan kecepatan yang lumayan menabrak tubuh Mariani hingga ia terpental jauh beberapa meter. Si pelaku buru – buru bangkit dan berusaha menolongnya diikuti beberapa warga segera membantunya. Warga yang mengenalinya bergegas memberitahu anggota keluarga sedangkan Mariani yang tidak bergerak sama sekali langsung dilarikan ke rumah sakit.
***
”Apa??? Ibuku kecelakaan?” Teriak Kevin kaget setelah diberitahu.
Kevin bergegas menelepon Melly dan menceritakan semuanya.
”Ibu makin nyusahin aja,, udah tau buta, buat apa jalan – jalan di luar? Kalau udah begini,, semua dibuat repot. Arrgghhh.... ” Kevin mengumpat habis – habisan.
Kevin dan Melly pun berangkat ke rumah sakit. Disana mereka melihat Mariani terbaring dengan keadaan yang amat kasihan. Warga yang mengetahui detail kejadiannya pun menceritakannya kepada Kevin. Alangkah terkejutnya Kevin,, hatinya bagai disambar petir disiang bolong. Ia tidak menyangka kalau kecelakaan itu terjadi saat ibunya membeli pecal lele,, pecal lele yang ia ingin makan tadi siang. Betapa sedih hatinya saat itu juga mengingat ia sudah mengumpat ibunya tadi. Ternyata ......
Airmata membasahi pipi Kevin. Tampak kesedihan yang mendalam serta penyesalan di raut wajahnya. Baru kali ini Kevin bersedih dan menangis untuk ibunya setelah belasan tahun ia menjadi anak pembangkang, suka membentak, memaki – maki, bersikap kurang ajar bahkan belakangan ini tanpa disadarinya bahwa ia telah mengesampingkan ibunya dan lebih mempedulikan keluarga barunya. Semua berkecambuk di dalam pikirannya,, serasa ada batu besar yang menekan kepalanya,, sungguh berat...
Ia hanya bisa melihat dari jauh, dari kaca, terlihat sang ibu terbaring tak berdaya.
”Bagaimana keadaan ibumu, vin?” tanya Heru dan siska berbarengan.
”Ehh,, Om.. Tante.. Ibu masih koma, kata dokter kondisi badan ibu juga sangat lemah. Kemungkinannya sangat kecil untuk.....” Kevin tidak melanjutkan.
”Kamu yang sabar ya, nak.. Banyak – banyak berdoa untuk kesembuhan ibumu. Serahkan semuanya pada Tuhan,, Apapun yang terjadi nanti, itu adalah jalan terbaik dari Tuhan.” ucap Heru seraya memeluk Kevin.
Keadaan Mariani semakin kritis, detak jantungnya mulai melemah. Dokter juga sudah angkat tangan, cuma keajaiban dari Tuhan lah yang bisa menyelamatkannya.
Kevin semakin perih melihat keadaan ibunya itu, sambil menggenggam tangan sang ibu ia meminta maaf,, sesekali airmatanya menetes jatuh mengenai genggamannya. Dan..........
Tiiiiittttttttttt.........

...........................
Tiba – tiba terdengar bunyi,, terlihat garis panjang di komputer yang menjelaskan bahwa detak jantung pasien berhenti. Dan artinya............
Suasana duka pun menyelimuti ketika itu. Mereka menangisi kepergian Mariani,, terlebih – lebih Kevin... Setelah pemakaman Mariani,, Kevin duduk lama di kamar ibunya,, ntah apa yang ia pikirkan saat itu. Tatapannya kosong. Matanya berkaca – kaca. Dengan lesu ia berjalan ke arah lemari dan membukanya, ia mengambil beberapa baju milik sang ibu dan menciuminya sambil menangis. Ia membuka sebuah kotak yang berisi foto – foto,, foto semasa kecilnya bersama sang Ayah dan Ibu. Serta ada sebuah amplop biru yang agak pudar warnanya.
Kevin menatap kembali foto – foto tersebut. Kala itu juga, ada kerinduan yang terbersit di hatinya. Kerinduan akan bersama dengan kedua orang tuanya. Kerinduan untuk memanggil ”Ayah” kepada sosok pria tinggi serta tegap, dan ”Ibu” untuk sosok wanita yang lembut itu. Setelah selesai bernostalgia dengan foto – fotonya, ia pun kemudian melirik amplop usang itu.
Penasaran ingin mengetahuinya lalu ia pun membukanya. Ternyata... sebuah surat,, secarik kertas dengan tulisan tangan sang ibu.
Dan Kevin pun mulai membacanya....
”Kevin anakku.... hanya kamulah milik ibu satu – satunya setelah kepergian ayahmu. Ketika melihatmu koma, ibu sungguh tak kuasa menahan sedih dan pilu. Apalagi setelah dokter mengatakan kamu akan buta, perih tersayat – sayat hati ibu. Apa gunanya kamu hidup kalau harus buta. Maafkan ibumu ini nak, karena tidak mampu mendapatkan mata baru untukmu. Ibu telah memutuskan akan memberikan mata ibu untukmu agar kamu dapat melihat kembali. Sekarang,, Ibu sudah tidak punya apa – apa lagi. Hanya mata inilah yang bisa ibu berikan padamu. Ibu sudah cukup puas melihat dunia ini. Tetapi kamu.... perjalanan hidupmu masih panjang. Oleh karena itu, ibu berharap kamu bisa mempergunakannya dengan baik. Ibu sungguh menyayangimu, nak. Jadilah anak yang berguna dan raihlah cita – citamu. Jadilah orang yang sukses kelak. Buatlah Ayah dan Ibu bangga padamu. Walaupun suatu saat jika ibu telah tiada, jangan pernah takut dan bersedih, karena ibu tetap bersamamu,
menyertaimu selalu, dan akan tetap hidup dimatamu.”

~ Tamat ~


Cerita ini di kirimkan oleh : sdr.Juved Lie
(http://www.facebook.com/profile.php?id=1288734252)
Untuk : Heavenly Story Group (HSG) - Cerita Surgawi

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates