27/07/10

Gua Benci Macet

Seharian ini gua benar-benar capek. Biasanya gua ke mana-mana naik angkutan umum. Maklumlah belum bisa punya motor pribadi meski sekarang buat dapatin sebuah motor gampang banget. Bisa dicicil. Tapi gua ngga mau punya mental tukang kredit apa lagi tukang utang. Ngga ada dalam kamus hidup gua istilah utang! Berhubung hari ini gua benar-benar kehabisan tenaga karena mengurus banyak hal, gua memutuskan naik taksi biar bisa santai sejenak di dalam taksi yang dingin. Apa lagi hari ini gua berhasil mendapatkan 4 klien. Jadi ngga ada salahnya untuk sekali-kali memanjakan diri dengan uang hasil jerih payah sendiri. Untuk apa punya uang kalo ngga bisa dinikmati?

Tapi apa daya di jam kantor bubar seperti ini, macet ngga bisa dihindari. Terpaksalah gua harus menikmati kemacetan kota Jakarta. Daripada bengong ngga jelas gua meraih blackberry gua dan online di facebook. Entah kenapa gua pengen melihat foto-foto gua yang ada di facebook.

Gua menatap foto album di facebook gua. Mata gua memperhatikan satu persatu foto yang ada di album “MY BEST FRIEND”. Mata gua terpaku dengan satu foto lucu plus gokil pake dodol. Foto gua, Joshua, Nicholas dan Martin. Foto yang diambil di toilet umum di salah satu mal di Jakarta. Kalo fotonya berdiri sambil pipis sih itu biasa. Tapi ini benar-benar lucu! Empat cowok yang lagi terkena virus iseng dan bakteri narsis bergaya pipis yang tak beretika. Gua dengan gaya mengangkat satu kaki seperti model anjing yang lagi pipis. Lain lagi dengan Joshua menginjak uriner dengan kedua kakinya. Sementara Nicholas dengan gaya B-Boy-nya. Kedua tangannya di lantai dan kakinya menghadap ke atas. Dan Martin dengan gaya pipis ala cewek. Ha..ha..ha.. Kasihan banget bapak yang kita minta tolong buat foto kami berempat. Pasti di kepalanya muncul tanda tanya besar dan “anak sekarang, narsisnya minta ampun! Beda banget sama zaman saya dulu.”

Gua ngga akan pernah bisa membayangkan hidup ini tanpa kehadiran sahabat-sahabat gua. Sahabat yang hadir mengisi diary hidup gua. Tokoh yang hadir dalam kitab sejarah hidup gua. Mahluk-mahkluk aneh dan unik yang mengisi planet hidup gua. Gua sendiri heran, kok bisa ya mereka itu jadi sahabat gua? Apa mereka punya jimat sakti atau mereka berhasil menghipnotis gua? Entahlah, gua sendiri ngga tau kapan dan dimana kami memulai persahabatan itu. Gua juga ngga tau mengapa dan bagaimana kami bersahabat.

Gua membaca satu persatu komentar di foto itu.

Nicholas : GUBRAK!!! Ini mah perlu dilestarikan dan dikembang biakkan.

Joshua : Bebek kali! Emang bebek sampe perlu dikembang biakkan?

Nicholas : Hahaha…

Martin : Masih mending bebek. Tuh gaya si Dewa persis banget kayak anjing peliharaan gua yang lagi kencing. Wkwkwkwk

Dewa : Kurang ajar! Gua disamaiin ama anjing! Kerenan gua dari anjing loe. Narsis.com hehehehe

Joshua : Yang lucu itu gaya Nicholas.

Nicholas : Apanya yang lucu? Justru gua yang paling keren!

Joshua : Apanya yang keren? Itu mah loe lagi ngintip Martin yang lagi duduk. Hahahaha….

Dewa : Setuju!!!!

Martin : Gua ngga nyangka ternyata itu siasat Nicholas buat ngintipin gua! Wkwkwkwk…

Gua tersenyum sendiri membaca komentar-komentar yang ada. Gua pindah ke foto lainnya. Gua terdiam seperti patung menatap layar blackberry gua.

Dunia seperti berhenti seketika. Ada sesuatu yang hilang dalam hati gua. Nicholas, gua dan Joshua sedang berdiri tanpa semangat. Dengan tatapan kosong dan pikiran yang melayang entah ke mana. Gua yang berdiri ditengah memegang bahu sahabat yang ada di sisi samping kiri kanan gua. Gua mencoba untuk menguatkan mereka meski gua sendiri benar-benar rapuh. Ujung sepatu kami mencium tumpukan bau tanah segar yang baru saja di gali untuk menutup peti mati milik Martin! Di antara bau tanah segar bercampur aroma bunga yang berbagai rupa. Namun sayang hati kami saat itu tak semerbak bau bunga yang bertaburan di atas kuburan Martin. Hati kecil kami menangis karena air mata kami sepertinya sudah kering menangisi kepergian Martin.

Gua mencoba menghapus air mata yang tiba-tiba jatuh membasahi pipi gua. Mendadak gua kangen ama Nicholas, Martin dan Joshua. Rasanya semuanya seperti kemaren kejadian itu terjadi. Pikiran gua melayang dan hinggap di satu masa yang ngga bakalan gua lupakan seumur hidup gua.

Sore itu seperti biasanya kami berempat mampir ke toko buku yang cukup lengkap di salah satu mal yang ada di daerah Jakarta Barat. Toko buku tersebut tidak hanya menjual buku tapi perlengkapan lainnya. Cuma sayang ngga ada kafe di dalamnya. Gua mencari novel terbaru dan buku berkualitas, Nicholas mencari perlengkapan untuk melukis, Joshua mencari bola basket karena bola basket yang ada di rumahnya sudah tidak layak pakai dan Martin mencari DVD film dan musik plus melihat-lihat harga gitar yang ada. Beruntung ada toko yang menyediakan apa yang kami butuhkan. Jadi ngga perlu mencar. Paling kalau beli barang yang langka baru deh nayarinya di toko lain. Biasanya selesai ritual belanja kami akan nongkrong di salah satu toko donat favorit kami sambil membahas isu-isu terpanas di sekolah dan dunia artis. Maklumlah, cita-cita kami berempat ingin terjun dari Monas tanpa memakai parasut. Ups, Maksudnya terjun ke dunia hiburan.

Selesai, kami pun pulang naik angkot. Begitu meninggalkan toko donat tadi gua asyik membaca novel yang baru gua beli. Ceritanya seru banget. Tentang cinta terlarang. Cinta seorang mahasiswa yang menjadi guru les. Dia mencintai muridnya yang ternyata adik tirinya sendiri. Karena terpisah sejak kecil jadi mereka saling ngga kenal sampe mereka bertemu dengan keluarga masing-masing. Gua sih udah terbiasa membaca sambil jalan. Sejak kecil kayaknya deh tuh kebiasaan. Saat ingin menyebrang jalan, tiba-tiba ada angkot yang ngebut dan ngga menghiraukan lampu merah karena ngejar setoran. Gua yang keasyikan ngga memperhatikan angkot itu. Semua orang yang melihat kejadian itu teriak histeris! Dan gua baru tau apa yang terjadi setelah gua terjatuh ke aspal yang berdebu. Tubuh gua terasa sakit karena harus menahan berat badan Martin. Gua baru nyadar apa yang terjadi begitu mendengar Martin berteriak kesakitan.

“Auw…..”


Kedua kakinya terlindas oleh angkot yang hampir menabrak gua. Detik berikutnya, Nicholas, Joshua dan orang-orang yang ada di sekitar kejadian menghampiri gua dan Martin. Gua panik. Gua melihat wajah Martin yang menahan rasa sakit yang teramat. Gua ngga menghiraukan luka di siku gua dan baju gua yang kotor karena terkena genangan air di aspal yang berlubang. Spontan gua melepaskan buku yang masih ada di tangan gua dan memeluk tubuh Martin yang mulai lemas. Gua melihat darah mengalir dan membasahi celana jeansnya.

“Martin! Loe harus kuat! Loe bodoh banget sih! Ngapain loe lakuin ini semua?”

“Karena loe sahabat gua!” ucapnya pelan dengan sisa tenaga yang ada.

Joshua dan Nicholas berlutut begitu menghampiri kami berdua.

“Taksi!” teriak Joshua dengan wajah ketakutannya begitu melihat sebuah taksi biru lewat di depan kami.

Gua ngga menghiraukan komentar orang-orang yang mulai berkerumun.

Joshua bangkit berdiri dan menghampiri taksi tersebut.

“Pak… Tolonglah! Sahabat saya harus ke rumah sakit sekarang! Saya akan bayar berapa saja!” tawar Joshua dengan suara keras bercampur panik.

“Maaf dek, saya tidak bisa. Nanti taksinya kotor!”

Dengan emosi Joshua berkata, “saya akan bayar satu juta!”

“Kalo begitu angkat teman kamu. Saya tidak mau angkat nanti baju saya penuh darah!”

Tanpa berpikir panjang gua dan Nicholas mengangkat tubuh kurus Martin masuk ke dalam taksi.

Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit mulut gua ngga berhenti memanjatkan doa. Rasa bersalah, takut, bingung, kuatir dan perasaan lainnya bercampur aduk dalam hati kami bertiga.

“Gua udah…ngga…tahan lagi…” ucap Martin parau.

“Martin…Loe harus bertahan demi kita. Ntar lagi kita nyampe di rumah sakit,” kata Joshua yang duduk di depan. Kepalanya lebih sering menghadap ke belakang untuk memastikan Martin ngga kenapa-napa.

“Pak bisa cepatan dikit nggga?” tanya Joshua.

“Gimana mau cepatan. Nih lagi macet!”

“Kapan sih Jakarta bebas macet. Ngga heran kalo ada ibu melahirkan di taksi atau mobil gara-gara macet!” gerutu Nicholas kesal.

“Tin..Loe udah janji. Loe bakalan buat album solo dan konser yang besar. Kita pengen lihat itu. Jadi loe harus kuat!” gua mengucapkan kalimat yang merupakan impian terbesar Martin. Gua menggengam erat tangannya yang dingin.

“Gua hanya minta, kalian….jangan pernah takut untuk…. berkorban untuk… orang lain. Korbankan…apa…yang bisa…kalian…korbankan untuk membahagiakan…orang lain.” ucap martin dengan wajah pucatnya. “Dewa…Loe ngga perlu menyesal. Justru dengan kejadian…ini….loe bisa tau…gua adalah….sahabat sejati buat loe…Bukan cuma buat loe…tapi juga..buat..Nicho dan Josh! Ngga…ada…yang perlu…disalahkan…”

Gua ngga bisa menahan air mata gua untuk ngga jatuh. Demikian juga dengan Nicholas dan Joshua.

“Gua hanya mau bilang…ama kalian… Kasih itu butuh pengorbanan…dan…dan…pengorbanan itu…ngga pernah disertai hikmat…orang yang…berhikmat…akan sulit berkorban…karna….logikanya yang jalan…bukan kasihnya…Ingat ini baik-baik…Jangan memakai hikmat jika ingin berkorban tapi pakailah kasih kalian……..”

Mata Martin tertutup rapat.

“MARTIN!!!!!” kami bertiga berteriak bersamaan.

Di jalanan Jakarta, seorang sahabat kami ngga sempat tertolong hanya kerena macet. Seorang sahabat yang luar biasa baiknya harus meninggal di antara kemacetan kota dan ngga sempat tertangani oleh pihak rumah sakit. Entah sampai kapan macet akan terus menjadi persoalan bagi Jakarta. Mugkin pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin tapi apa daya semakin hari kendaraan di Jakarta terus bertambah. Siapa yang perlu di persalahkan? Ini Jakarta! Siapa suruh datang ke Jakarta? Siapa suruh tinggal menetap di Jakarta? Itu salah satu alasan kenapa gua lebih senang naik kendaraan umum. Satu langkah kecil untuk mengurangi satu lagi kendaraan di jalanan yang akan membuat jalanan Jakarta semakin hari semakin di penuhi kendaraan pribadi.



Salam HSG,
Posted By: Tsn HSG
This story is the property of Heavenly Story Group.
Copyrights: ©HSG-July 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates