22/02/11

Hari Raya Cap Go Meh


Hari Raya Cap Go Meh

Setelah Imlek, masyarakat Tionghoa merayakan Cap Go Meh atau hari kelima belas yang merupakan penutup dari seluruh rangkaian perayaan Tahun Baru Cina.

Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Imlek bagi komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal di luar Cina. Istilah ini berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama.

Saat itu juga merupakan bulan penuh pertama dalam Tahun Baru tersebut.

Perayaan ini dirayakan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan. Di Taiwan ia dirayakan sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara ia dikenal sebagai hari Valentine Tionghoa, masa ketika wanita-wanita yang belum menikah berkumpul bersama dan melemparkan jeruk ke dalam laut - suatu adat yang berasal dari Penang, Malaysia.

Hari raya Cap Go Meh yang jatuh pada tanggal 15 bulan satu tahun Imlek adalah hari raya tradisional Tiongkok yang bersejarah dua ribu tahun lebih. Menurut tradisi rakyat Tiongkok, berakhirnya perayaan Cap Go Meh menandakan selesainya seluruh perayaan Tahun Baru Imlek. Untuk tahun ini hari raya Cap Go Meh jatuh pada tanggal 21 Februari, yakni besok.

Merayakan Cap Go Meh pada zaman kuno menandakan bahwa musim dingin akan lewat dan musim semi akan tiba, yang artinya adalah musim menabur dan menuai segera dimulai.

Cap Go Meh tahun 1880an
Malam Cap Go Meh adalah malam pertama bulan purnama setiap tahun baru. Pada malam itu, rakyat Tiongkok mempunyai kebiasaan memasang lampion berwarna-warni, karena itu festival ini juga disebut "hari raya lampion".

Menyaksikan lampion dan makan onde-onde adalah dua kegiatan penting dalam merayakan Cap Go Meh. Dan dari manakah asal usul tradisi pasang lampion pada Festival Cap Go Meh? Konon pada tahun 180 Sebelum Masehi, pada masa Dinasti Han Barat Kaisar Han Wendi naik takhta pada tanggal 15 bulan pertama Imlek.

Untuk merayakan penobatannya, Kaisar Han Wendi memutuskan menjadikan tanggal 15 bulan pertama sebagai hari raya lampion. Pada malam tanggal 15 bulan pertama setiap tahun, ia mempunyai kebiasaan keluar istana untuk berjalan-jalan dan merayakan festival itu bersama rakyat.

Pada tahun 104 Sebelum Masehi, Festival Cap Go Meh secara resmi dicantumkan sebagai hari raya nasional. Keputusan itu membuat skala Festival Cap Go Meh meningkat lebih lanjut. Menurut peraturan, setiap tempat umum dan setiap keluarga diharuskan memasang lampion berwarna-warni.

Dan di jalan-jalan utama dan pusat kebudayaan juga digelar pameran lampion besar-besaran secara meriah. Seluruh rakyat, baik tua maupun muda, pria maupun wanita semuanya mendatangi pameran lampion untuk menyaksikan lampion dan tarian lampion naga. Mereka juga bisa ikut permainan menebak teka-teki. Menurut catatan kitab sejarah, lampion paling spektakuler adalah Lampion Aoshandeng yang dibuat pada masa Dinasti Song abad ke-10. Aoshan adalah gunung tinggi di lautan yang dalam dongeng kuno diceritakan bahwa gunung Aoshan terapung-apung mengikuti gelombang laut.

Untuk membuat Gunung Aoshan dapat berdiri stabil, Kaisar Khayangan memerintahkan 15 ekor kura-kura untuk menyokongnya. Dongeng itu menceritakan bahwa saat itu rakyat merancang lampion Aoshan secara besar-besaran dengan beberapa kura-kura berukuran besar menggendongnya. Di atas gunung itu dinyalakan ribuan lampion, dan di atas permukaan lampion-lampion itu dihiasi batu, pohon, patung dan lukisan. Di atas gunung lampion itu, para pemusik memainkan musik, dan di depan gunung itu juga dibangun sebuah panggung untuk menggelar pertunjukan tari.

Lampion warna warni yang dipasang pada Festival Cap Go Meh kebanyakan dibuat dari kertas berwarna terang. Lampion bernama "zoumadeng" atau lampion kuda berlari adalah salah satu jenis lampion yang paling menarik. Konon lampion itu sudah bersejarah seribu tahun lamanya.

Makan onde-onde pada hari raya Cap Go Meh juga merupakan salah satu kebiasaan lama. Kebiasaan makan onde-onde dimulai dari masa Dinasti Song (tahun 960-tahun 1279 Masehi). Onde-onde dibuat dengan tepung beras ketan dan selai buah. Setelah dimasak, rasanya lezat sekali. Di kemudian hari, rakyat di bagian utara menyebut makanan itu sebagai "yuanxiao" dan rakyat di selatan menyebutnya sebagai "tangyuan". Cara pembuatan onde-onde di utara juga lain dengan di selatan.

Kini onde-onde sangat bervariasi. Lain tempat, lain pula cara pembuatan dan rasanya.

Pada Festival Cap Go Meh, selain menikmati lampion dan makan onde-onde, rakyat juga mengadakan kegiatan hiburan lainnya, seperti jangkungan, tari yangge (semacam tarian khas bagian utara Tiongkok) dan pertunjukan tari singa. Di sebagian daerah, misalnya di Yanqing Beijing dan Kota Harbin Provinsi Heilongjiang bagian timur laut Tiongkok biasanya digelar Festival Lampion Es menjelang Hari Raya Cap Go Meh.

Cap Go Meh di Glodok, Chinatown-nya Jakarta:


Cap Go Meh di Singkawang

Sinbgkawang dikenal sebagai China Town Indonesia, juga dikenal dengan Kota Seribu Kuil. Perayaan Cap Goh Meh di Singkawang biasanya ditandai dengan arak-arakan para Tatung menuju vihara atau klenteng.

Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistik dan menegangkan, karena banyak orang kesurupan, dan orang-orang inilah yang disebut Tatung. Uniknya di Singkawang banyak pribumi atau orang Dayak yang juga turut serta menjadi Tatung, mereka terdorong berpartisipasi karena ritual Tatung mirip upacara adat Dayak.

Perayaan dipercaya sudah dilaksanakan turun temurun sejak 200 tahun yang lalu. Para tatung berasal dari berbagai vihara yang tersebar di seluruh Singkawang, oleh karena itu tak heran kalau Singkawang juga mendapat julukan kota seribu kuil.

Dalam 1 vihara atau klenteng kadang terdiri lebih dari 1 orang Tatung. Pagi hari di hari ke 15 ini, para Tatung akan berkumpul untuk melakukan sembahyang kepada Langit di altar yang sudah disiapkan. Perjalanan para Tatung di tandu dengan menggunakan tandu yang beralaskan pedang tajam atau paku tajam, sambil memamerkan kekebalan tubuhnya. Ada juga yang naik tangga pedang, biasanya terdiri dari 36 atau 72 pundak/tangga. Semakin bisa naik ke atas maka artinya semakin kuat juga ilmu Tatung tersebut.

Kegiatan ini telah mulai dikembangkan sebagai objek pariwisata untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.


Cap Go Meh di Manado
Setelah tiga tahun beruntun tidak direstui, akhirnya prosesi Cap Go Meh/Goan Siao di Manado keluar juga di tahun Kelinci Emas ini. Setelah tigas hari sesudah Imlek, tepatnya hari Minggu, 6 Februari diadakan prosesi ritual di klenteng tertua di kota Manado, Ban Hing Kiong. Prosesi ritual sudah dilaksanakan dari malam sebelumnya, sekitar pukul 23.00, hingga puncaknya pada siang hari keesokan harinya.

Setelah “ditanyakan“ melalui 2 buah kayu popoe yang dilakukan di Klenteng Ban Hing Kiong Manado, hasilnya prosesi Cap Go Meh di Manado tahun ini direstui untuk bisa dilakukan di jalan raya. Segenap umat Tridharma pun bersorak gembira setelah menanti penantian yang panjang selama tiga tahun lamanya.

Untuk kegiatan prosesi Cap Go meh/Goan Siao didaerah Sulawesi Utara, yang direstui untuk dilakukan di jalan raya/kirab, hanya di Manado dan Tomohon. Di Bitung, tepatnya di klenteng Seng Bo Kiong, prosesi Cap Go Meh tidak direstui oleh Thian. Oleh karenanya, prosesi Cap Go Meh hanya dilakukan didalam klenteng atau seputar halaman klenteng saja.

Sebagai info, dalam acara Cap Go Meh yang akan berlangsung pada tanggal 17 Februari nanti di Manado, akan ada sekitar 10 Thang Sin dan belasan Kio/Usungan, serta diikuti puluhan kereta hias/pikulan. Rute yang akan dilewati sendiri, masih disekitar komplek seputara kampung China yang berbentuk letter 9.

Para turis mancanegara maupun lokal pun pasti berdatangan untuk menonton atraksi para Thang Sin yang diyakini membawa berkah. Untuk kegiatan seperti perayaan Cap Go Meh ini, apabila pemerintah serius mengelolanya, dan dijadikan iven tetap pariwisata tahunan, pasti akan mendatangkan devisa bagi daerah. Hotel-hotel pun pasti terbantu karena tingkat hunian meningkat.


Cap Go Meh di Jakarta

Kemeriahan Festival Cap Go Meh mulai terasa sejak ratusan pengunjung memasuki kawasan PRJ yang diwarnai dengan pernak-pernik budaya Cina berwarna merah. Pengunjung juga akan dihibur dengan menyaksikan kelincahan barongsai yang bermain di atas tonggak. Ataupun sekadar menonton keriuhan lomba barongsai yang diikuti puluhan grup tari tradisional Cina itu dari sejumlah kota di Tanah Air.

Penonton juga bisa menikmati atraksi debus ala Cina yang mendebarkan maupun warna-warni pesta kembang api. Jika ingin punya kenang-kenangan spesial, pengunjung bisa berfoto bernuansa kerajaan mengenakan kostum ratu dan raja ala Tiongkok. Cukup dengan merogoh kocek Rp 35 ribu per orang. Anda pun bisa menikmati acara hiburan tersebut. Sebab, festival yang digelar hingga 20 Februari nanti itu tiket masuknya hanya dibanderol Rp 5.000 per orang.

Jakarta memiliki seratus lebih kelenteng. Beberapa diantaranya berusia uzur, salah satunya Kelenteng Petak Sembilan. Kelenteng ini dikelilingi tembok. Pintu utamanya berada di Selatan, berupa gapura naga merah. Sebelah kiri gerbang ada deretan tiga kelenteng tua. Di halaman kedua terdapat kelenteng utama menghadap Selatan berikut dua singa (Bao Gu Shi) yang konon berasal dari Provinsi Kwangtung, Tiongkok Selatan.

Gedung utama Petak Sembilan didominasi warna merah. Atap bangunannya melengkung ke atas, berhias sepasang naga. Di dalam ruangannya terdapat puluhan lilin berukuran besar, setinggi badan orang dewasa dan ratusan lilin-lilin kecil yang menyala. Di bagian samping kiri gedung utama terdapat bekas kamar-kamar para rahib. Sedangkan di pojok kanan halaman belakang terdapat sebuah lonceng buatan tahun 1825 yang konon merupakan lonceng tertua dari semua kelenteng di Jakarta.

Menjelang perayaan imlek, biasanya para petugas di kelenteng ini sibuk membersihkan dan mengecat ulang pagar besi dengan cat berwarna merah. Kelenteng ini tak pernah sepi pengunjung, terutama masyarakat Tionghoa yang ingin bersembahyang. Banyak pula para peziarah dan wisatawan yang datang sambil melihat aktivitas ritual pengunjungnya. Keindahan dan kekhasan kelenteng ini, juga kerap dijadikan obyek pemotretan para penggemar fotografi dan juga lokasi syuting video musik.

Kemeriahan menjelang Imlek juga terlihat di sejumlah pasar tradisional yang biasa dikunjungi masyarakat Tionghoa, seperti Pasar Petak Sembilan di seberang pusat elektronik Glodok, Jakarta Barat. Pasar ini tak pernah sepi, terlebih 10 hari menjelang Imlek. Banyak warga keturunan Tionghoa dari berbagai pelosok Jakarta datang ke pasar ini untuk membeli pernak-pernik Imlek dan penganan khas Imlek seperti kue keranjang berupa dodol khas China yang dibungkus daun atau plastik. Kue ini diburu pembeli untuk dimakan sendiri, diantar ke sanak keluarga dan rekan serta untuk sembahyang.

Di Pasar ini juga dijual aneka manisan kering seperti kana, buah plum, dan kulit jeruk yang dimaniskan. Makanan yang berasa manis seperti manisan dan permen dipercaya warga keturunan Tionghoa sebagai perlambang hidup yang manis. Oleh karenanya kedua cemilan ringan itu kerap disuguhkan saat merayakan Imlek agar tahun baru membawa kemanisan.

Di sana juga banyak dijual buah khas Imlek seperti jeruk, leci, dan buah plum. Aneka jeruk terutama jeruk Mandarin, dan jeruk Bali banyak diborong pembeli karena jeruk dianggap buah simbol persaudaraan dan kerukunan.

Berada di Pasar Petak Sembilan terlebih menjelang Imlek mencuatkan atmosfir tersendiri yang berbeda dibanding pasar tradisional lain. Deretan lampion dan pernak-pernik khas Imlek lain yang berwarna merah di sepanjang kiri kanan jalan jalan dan kios-kios pedagang, seolah membawa kita berada di salah satu sudut keramaian di negeri China.

Kelenteng Sam Po Kong, Semarang
Gedong Batu Sam Po Kong adalah petilasan, bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama Laksamana China bernama Zheng Ho(Cheng Ho) atau juga dikenal sebagai Sam Po Tay Djien. Terletak di daerah Simongan, sebelah Barat Daya Kota Semarang. Disebut Gedong Batu karena bentuknya berupa Gua Batu besar di kaki Bukit Batu. Gedung ini kini menjadi tempat peringatan, sembahyang, dan berziarah. Di dalam gua batu ada altar dan patung-patung Sam Po Tay Djien.

Pada malam Imlek dan Cap Go Meh masyarakat berbondong-bondong ke Kelenteng Gedong Batu. Mereka ada yang bersembahyang dan banyak pula yang sengaja datang untuk menyaksikan aneka pertunjukan rakyat dan wayang kulit sejak malam hingga dini hari. Di sana banyak pedagang beragam penganan seperti lontong cap gomeh dan wedang dari kacang godhog, tebu, sekoteng, dan ronde.

Kelenteng Hok Tek Bio, Bogor
Kelenteng (Vihara Dhanagun) ini terletak di Jalan Suryakencana No.1, tepatnya di sisi kiri bangunan Bogor Plaza, Kota Bogor. Setiap perayaan Imlek dan Cap Go Meh biasanya menggelar kesenian Tionghoa seperti barongsai dan pertunjukan Liong (naga). Selain itu juga ada pertunjukan tanjidor, jaipongan, sisingaan, dan reog Ponorogo. Acara itu berlangsung sejak sore hingga dini hari. Pengunjung yang datang bukan hanya warga sekitar melainkan juga dari Bekasi, Sukabumi, Cianjur, Depok, Tanggerang, Jakarta, Bandung, Semarang, bahkan Surabaya.

Phak Khak Liang & Vihara Dewi Kwan Im, Bangka
Kedua tempat bernilai histori religi ini bisa menjadi pilihan Anda untuk berwisata Imlek & Cap Go Meh. Phak Khak Liang menjadi saksi bisu sejarah penambangan timah di Bangka yang kemudian dijadikan kawasan wisata yang dipenuhi bangunan bergaya China.

Lokasinya berada di Belinyu, 57 Km dari Sungailiat. Selain itu ada Makam Cok Tien, putri dari Bong Kiung Fu, seorang tokoh China yang mendirikan Benteng Kuto Panji. Makam ini berada di benteng, 1,5 Km dari Kota Belinyu. Sedangkan Vihara Dewi Kwan Im berada di Desa Jelitik, sekitar 15 Km dari Kota Sungailiat, tepatnya di bawah kaki bukit yang dialiri sungai. Oleh warga keturunan Tionghoa di sana, airnya dipercaya dapat menyebuhkan berbagai penyakit dan bisa bikin awet muda. Di obyek ini terdapat kolam pemandian dan vihara kecil untuk sembahyang

Vihara Avalokitesvara, Banten
Salah satu peninggalan sejarah di kawasan Banten Lama ini berada di Kampung Pamarican, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Sekitar 10 kilometer arah Utara Kota Serang. Bangunan ini masih satu kompleks dengan Masjid Agung Banten Lama, Keraton Surasowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, dan bangunan-bangunan sejarah lainnya.

Sejak masa kerajaan dulu, posisi kelenteng ini berada di tengah komunitas muslim yang taat. Inisiatif pembangunan kelenteng ini justru datang dari Sunan Gunung Jati, salah seorang Wali Songo, pada tahun 1652. Semula lokasinya di Desa Dermayon, di belakang Masjid Agung Banten Lama. Tetapi tahun 1774 dipindahkan ke Pamarican. Pada zaman keemasan Kerajaan Banten, kampung ini menjadi pusat industri merica.

Makan Malam di Kia-Kia Surabaya & Kesawan Square Medan
Kia-Kia artinya jalan-jalan. Dinamakan Jalan Kembang Jepun, konon menurut sejarahnya, di tempat itu pernah berdiam keluarga Jepang (Jepun) dengan salah seorang anak gadisnya yang sangat cantik. Kecantikannya tersebar sampai pelosok Surabaya hingga dijuluki 'Kembang Jepun'. Tempat rumah tersebut berdiri dinamakan "Jalan Kembang Jepun" yang termasuk salah satu pusat bisnis di Surabaya. Kia-Kia merupakan tempat ngumpulnya warga keturunan Tionghoa dii Surabaya.

Sebab disepanjang Jalan Kembang Jepun sampai Jembatan Merah 4 terdapat sejumlah pedagang yang menyajikan aneka maskan China. Tempat pertama kali penduduk China tinggal di Surabaya yang kemudian berkembang menjadi pusat jajanan Chinesse di Surabaya. Kia Kia buka mulai 7 malam hingga larut malam.

Kesawan Square merupakan tempat makan di Kota Medan yang ramai sejak sore hingga tengah malam. Letaknya di Jalan Ahmad Yani yang dulunya bernama Kesawan. Di tempat ini kita dapat menikmati aneka masakan Chinesse dan Indonesia sambil dihibur alunan musik dari mobil terbuka. Seperti Kia-Kia, siang hari tempat ini menjadi pusat pertokoan dan bisnis.

Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal
Kelenteng berusia 300 tahun lebih ini berdiri di atas tanah seluas 4500 meter persegi. Kelenteng ini sebelumnya bernama Cin Jin Bio. Adapun nama Tek Hay Kiong dapat diartikan juga Istana dari Konco Tek Hay Cin Jien yang merupakan gelar kebesaran dari Kwee Lak Kwa. Bagi masyarakat Tegal dan sekitarnya Konco Tek Hay Cin Jien dipuja sebagai Dewa Pelindung. Mereka yang dapat mendekati jiwa kepribadiannya, akan mendapat berkah dan keselamatan Kongco Tek Hay Cin Jien. Konco Tek Hay Cien Jien datang ke Kota Tegal pada tahun 1737, sebagai utusan perdagangan Tiongkok yang datang ke nusantara.

Di kelenteng ini setiap tahun menggelar acara antara lain Sembahyang Pantai dengan mengundang kelenteng-kelenteng dewa laut dari kota di Pantai Tegal. Lalu Kirab Toa Pe Kong dimana Kelenteng Tek Hay Kiong mengeluarkan 8 tandu, Sembahyang Rebutan/Tiong Guan, dan upacara Sejit Tek Hay Cin Jin yang diadakan secara besar-besaran untuk merayakan hari pertama Kong Co Tek Hay Cin Jin datang ke Tegal.

Kampung Senggarang dan Vihara Dharma Sasana, Bintan, Kepulauan Riau
Kampung Senggarang merupakan kawasan pecinan yang berbeda. Biasanya pecinan berada di tengah kota, Senggarang justru persis di tepi pantai. Di kampung yang tertata rapih dan bersih ini, tradisi Cina masih terasa kental. Setiap rumahnya memiliki ornament khas. Aroma hio tercium akrab dan kerap terdengar alunan musik khas China.

Vihara Dharma Sasana berusia ratusan tahun menjadi daya tarik lain kampung ini. Tamannya luas dengan rumput hijau dan patung-patung dewa raksasa di belakang dan depan bangunan utama. Selain itu, ada Vihara Banyan Tree dengan pintu utama yang dipeluk erat oleh akar-akar pohon beringin raksasa nan rindang. Kampung ini, terutama kedua kelentengnya ramai dikunjungi umat Budha dari Bintan dan Batam, bahkan dari Singapura dan Malaysia.



Cap Go Meh di Makassar
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Makassar meminta perayaan penutupan tahun baru Imlek atau Cap Go Meh bisa dibuat lebih meriah, meskipun perayaan tahun ini tidak disertai pawai Cap Go Meh. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar, Rusmayani Majid di Makassar, Sabtu, berharap kepanitian Imlek tetap mengupayakan puncak perayaan Imlek pada 17 Februari tetap memberikan kesan menarik bagi wisatawan maupun masyarakat di daerah ini.

"Ritual arak-arakan Cap Go Meh memang tidak ada dalam perayaan Imlek tahun ini karena dewa-dewa di kelenteng-kelenteng tidak ada di tempat saat ini," ungkap Wakil Ketua Walubi Sulsel, Yongris Lao, Selasa (18/1/2011). "Meskipun tanpa arak-arakan Cap Go Meh, kami berharap ada sesuatu yang baru ditampilkan penitia Imlek untuk menarik kunjungan wisatawan. Arak-arakan Cap Go Meh yang selama ini menjadi andalan pariwisata Makassar tidak usah dipaksakan, kalau memang tidak bisa,” ucapnya. Dia berharap, perayaan Cap Go Meh yang telah masuk dalam agenda tahunan pariwisata kota Makassar masih bisa menjadi andalan dalam program Visit Makassar Year 2011, sehingga target tahun kunjungan wisata bisa tercapai hingga 31 Desember 2011.

Pawai ritual Cap Go Meh yang diselenggarakan pada hari ke-15 perayaan Imlek itu dengan mengitari kawasan pecinan (China town) di Makassar. Namun, dia mengungkapkan, perayaan Tahun Baru Imlek akan dilaksanakan dengan kegiatan pergelaran seni masyarakat Tionghoa pada 5-7 Februari 2011.

Agenda kegiatan tahun baru China ini akan menghadirkan pameran foto-foto dan barang-barang pecinan tempo dulu, seperti arak-arakan prosesi Cap Go Meh serta kumpulan buku komik tulisan tangan dalam aksara Lontara dan Mandarin. Kemudian, memasuki hari kedua perayaan Imlek, komunitas pemerhati budaya Tionghoa Indonesia menggelar dialog budaya yang membahas seputar sejarah sinergi dan asimilasi warga Tionghoa di Indonesia. Selain diskusi dan pameran foto, panitia Imlek juga akan menggelar pertunjukan malam satu hati dengan menampilkan tarian empat etnis hingga atraksi juara dunia barongsai tonggak. Dalam kegiatan itu mereka juga akan menampilkan artis-artis Mandarin dari Jakarta dan atraksi Wu Shu yang diikuti dengan pesta kembang api.

Ketua Panitia Perayaan Imlek, Roy Ruslim dalam kesempatan itu menjamin perayaan Cap Go Meh tetap akan dibuat semeriah mungkin dengan menutup sepanjang jalan Sulawesi untuk menggelar pesta rakyat yang akan menyajikan pertunjukan-pertunjukan menarik bagi wisatawan maupun warga masyarakat. "Acaranya akan sama dengan tahun lalu, bedanya hanya tahun ini tidak ada arak-arakan dewa," ungkap Dia mengaku, dewa-dewa di klenteng-klenteng besar di Makasser seperti Xian Ma, Kwan Kong dan beberapa klenteng besar lainnya tidak mau keluar sehingga pihak penyelenggara meyakini arak-arakan dewa dalam perayaan Cap Go Meh tidak bisa digelar tahun ini.

"Kami telah melakukan upacara Papoi untuk menanyakan kesediaan dewa. Namun tidak ada satu pun dewa yang bersedia keluar. Memang berbeda dengan tahun sebelumnya, semua dewa-dewa kami setuju, baru tahun ini saja semua dewa tidak ada yang setuju mau keluar," keluh dia. Meski demikian, kelenteng dan wihara yang ada di Makassar mulai berbenah menyambut datangnya tahun baru China alias Imlek 2562. Gorden, hiasan langit-langit, lampion, dan berbagai aksesori lainnya mulai dibersihkan atau dipasang. Pantauan di sejumlah titik, tempat ibadah Konghucu dan Buddha tersebut mulai dibersihkan. Semisal di Kelenteng Xian Ma, Wihara Ibu Agung Bahari, dan juga Kelenteng Chu Su Kong.

Menurut Henny, pengurus Kelenteng Chu Su Kong yang terletak di Jalan Lombok, persiapan imlek baru dalam sebatas membersihkan ornamen dan menyiapkan aksesori pelengkap. Salah satunya kertas sembahyang untuk hiasan bernama so cing. “Secara teknis, ritual upacara menyambut imlek baru akan digelar 26 Januari mendatang. Saat itu baru dilakukan sembahyang minta izin perayaan imlek. Baru nanti ada lagi sembahyang minta izin perayaan Cap Go Meh tanggal 28 Januari,” kata Henny. Saat kedua sembahyang dilakukan, lanjut Henny, di altar tempat kedudukan Sang Dewa Chu SU Kong (ahli pengobatan) disediakan sesembahan berupa kue, buah-buahan, dan permen. Perlakuan ini juga dilakukan saat upacara memandikan arca (patung) dewa-dewa yang dinamakan rupang pada 30 Januari mendatang.

Hal senada juga diungkap Iwan, perwakilan pengurus dari Istana Naga Sakti Kelenteng Xian Ma di Jalan Sulawesi. Menurut dia, upacara memandikan patung dewa-dewa di Kelenteng Xian Ma digelar 28 Januari. “Kita beda dari tempat ibadah lain, sebab itu hasil dari sembahyang minta izin memandikan arca, dewa memberi izin nanti tanggal begitu,” ungkap Iwan.

Sementara di Wihara Ibu Agung Bahari, belum ada persiapan sama sekali. Kondisi Wihari masih seperti pada hari biasanya. Penuh dupa dan lilin merah ukuran besar, memberi hawa panas dan aroma khas. Khusus di wihara ini, prosesi pembersihan arca/patung dewa akan dilakukan hari ini, Senin 24 Januari. Satu-satunya kesibukan yang tampak sama di tiga tempat peribadatan yang berbeda lokasi tersebut adalah proses transaksi penjualan pernak-pernik kebutuhan perayaan imlek

Sejumlah Mall & Taman Hiburan Rakyat
Selama Imlek, sejumlah mal dan plasa di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan kerap menggelar acara. Interior mal dihias sejumlah lampion dan pernak-pernik khas Imlek lainnya. Biasanya juga ditampilkan kesenian Barongsai dan Liong. Selain itu sejumlah tempat hiburan juga menggelar acara bertemakan Imlek dan Cap Go Meh seperti konser musik, dan lainnya. Nah, Anda tinggal pilih mau menikmati suasana Imlek di mal, tempat hiburan rakyat atau di kelenteng yang ada di kota sendiri atau di daerah lain.

Selamat Hari Raya Cap Go Meh!


Salam HSG

Posted By: Kaz HSG
©HSG-February 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates