Cinta Manusia Biasa
Namaku Sujono. Aku seorang pria yang memiliki keadaan fisik yang bisa dikatakan tidak sempurna seperti kebanyakan orang lainnya. Luka sewaktu aku masih kecil yang terjadi pada bibirku, membuat bibirku terlihat seperti sumbing. Walau dokter sudah mengatakan sendiri sebenarnya ini bukan bibir sumbing, hanya luka biasa.
Memang ada bekas jahitan di bibirku yang membuatnya terlihat miring dan agak tebal. Dokter mengatakan bibir sumbing itu adalah bibir yang terbelah hingga mengenai gusi, hidung atau langit-langit rongga mulut dan menyebabkan orang tersebut bersuara tidak seperti orang biasanya. Sedangkan aku hanya terlihat miring bibir saja, tapi suaraku normal seperti orang lainnya. Itu sekilas tentang aku.
Kejadian ini dimulai ketika aku masih duduk di bangku SMA. Tepatnya di tahun 2005 di Jakarta. Aku berkenalan dengan seorang adik kelasku yang sampai hari ini menjadi kekasihku. Sudah hampir 6 tahun kami menjalani hubungan ini. Hampir selama 6 tahun pula, kami selalu bertemu hampir setiap hari. Nama adik kelasku Intan.
Mungkin bisa dikatakan kota tempat aku tinggal sekarang ini adalah kota yang penuh kenangan aku bersama dengannya. Di kota ini, tidak seperti aku yang mempunyai keluarga dengan orang tua dan saudara kandung, Intan hanya tinggal bersama saudaranya saja. Hal ini dikerenakan orang tuanya tinggal di Kalimantan.
Maret tahun depan adalah tepat 6 tahun hubungan kami berjalan. Selama kami menjalani hubungan ini, ada orang-orang dari teman atau keluarga Intan yg tidak boleh tahu kalau aku ini kekasihnya. Intan selalu menyembunyikan hubungan ini dari keluarga dan teman-temannya. Dia selalu mengaku masih single di depan mereka semua. Aku selalu berpikir kenapa. Sedangkan hubungan ini sendiri sudah berjalan lama.
"Intan, kenapa kamu melakukan hal ini lagi?" Tanyaku pada kekasihku itu di suatu senja ketika kami menghabiskan malam minggu bersama di sebuah mall elit di Jakarta. "Hubungan kita sudah berjalan lama, hampir enam tahun. Kenapa aku sekalipun tidak diijinkan mengenal keluargamu?"
"Maafkan aku. Aku belum bisa..." Jawab Intan.
"Belum bisa apa?" Tanyaku lagi. Kutatap wajah cantiknya. "Aku bosan dengan keadaan ini. Seperti main petak umpet."
"Sampai kapan kita harus seperti ini?"Ujarku lagi. "Tiap kali kamu minta diantar, selalu minta diturunkan jauh dari tujuan. Untuk apa aku mengantarmu kalau memang kamu masih juga berjalan jauh seperti itu?"
"Cukup, Jon." Intan mengangkat wajahnya. "Jangan ungkit lagi kata-kata itu setiap kali kita bertemu."
"Apakah tidak bisa kita mesra seperti dulu lagi? Mengapa belakangan ini kamu selalu menuntut hal yang tidak mungkin kulakukan itu?"
"Tidak mungkin katamu?" Aku memalingkan wajah, tak percaya dengan omongannya. "Aku mengenalkanmu kepada keluargaku. Tapi kamu, aku tidak tahu siapa keluargamu disini. Teman-temanmu pun tak ada yang kukenal satupun."
"Kamu anggap aku ini apa?" Tambahku dengan nada kesal. "Sampah?"
"Kamu bukan sampah!" Intan menjawab tak kalah gesitnya. "Kamu sayangku."
"Tapi kenapa masih begini?" Aku meremas rambutku yang baru kupotong pendek tiga hari yang lalu. "Andai terjadi apa-apa padamu, kepada siapa aku harus bertanya? Tahu keluarga dan temanmu satupun tidak."
Intan memalingkan wajahnya ke pasangan yang berdiri di samping kami. Aku mengikuti pandangan matanya berpaling ke arah yang sama. Tampak sang pria sedang memeluk kekasihnya dan bercanda mesra sambil tertawa-tawa.
"Intan," Ujarku dengan suara lebih tenang dibanding sebelumnya. "Aku ingin kita bisa seperti mereka."
"Jon, boleh aku mengatakan yang sebenarnya?" Ujar Intan tiba-tiba. "Mungkin ini yang ingin kamu ketahui selama ini."
Aku mengangguk. "Katakanlah. Jangan buat aku seperti ini."
Intan menghembuskan nafasnya sebelum melanjutkan perkataannya. Mungkin dia terasa berat untuk mengatakannya.
"Aku sayang kamu. Sungguh sayang kamu." Intan memulai perkataannya. "Tapi ada satu yang membuatku menjadi tidak yakin..."
"Maksudmu?"
"Aku punya banyak teman dan hampir kebanyakan mereka semua sudah memiliki pasangan." Intan melanjutkan. "Coba kamu perhatikan pasangan di samping kita ini. Apa ada yang kurang pada mereka?"
"Yang kurang?" Ingatanku langsung tertuju pada satu hal.
"Ya, teman-temanku semuanya mempunyai cowok yang sempurna. Pasangan di sebelah juga, cowoknya sempurna." Kata Intan. "Sedangkan aku? Cowokku tidak sempurna. Ada cacat fisik."
"Jujur ya, Jon. Aku malu kalau harus mengenalkanmu kepada mereka semua. Apa yang harus aku dengar dari mereka? 'Intan, ternyata cowokmu seperti itu, cacat.' Aku tidak mau kamu diperlakukan begitu."
"Jadi aku memilih untuk menyembunyikanmu selama ini dari mereka semua. Maafkan aku."
Aku terdiam mendengar penjelasan Intan. Hatiku terasa dihantam godam dan hancur berkeping-keping. Badanku dingin dan perasaanku sedih mendengar pengakuannya.
"Sebenarnya sudah sejak lama ingin kukatakan hal ini padamu." Sambung Intan saat melihatku terdiam tak mampu berkata-kata. "Akhir tahun ini, aku akan pulang ke Kalimantan dan tidak akan kembali lagi kemari."
"Kenapa?" Aku menatapnya dengan bibir bergetar. Mataku mulai berkaca-kaca. "Kenapa kamu pergi?"
"Jon, masih ada yang lebih sempurna darimu. Aku akan kesana, ke kampung halamanku dan tidak akan balik lagi."
"Tidaaaakkkk!!" Aku menjerit lirih tak peduli orang-orang di sekitar kami melihat ke arah kami. "Kenapa kamu tega melakukan semua ini padaku?"
"Kenapa kamu tega pergi meninggalkanku disini?" Lanjutku. "Selama ini aku selalu berusaha melakukan yang terbaik untukmu."
"Enam tahun hubungan kita kamu akhiri semudah ini? Hanya karena kekurangan fisikku ini?"
Intan tak menjawab. Juga tak ada tetes air mata yang menitik dari matanya.
"Aku tak mau kamu pergi." Seketika aku memeluk tubuhnya, seperti tak ingin melepaskannya. "Aku tak mau kamu pergiiiii...."
Intan tak membalas pelukanku, namun sebuah kalimat meluncur dari mulutnya. "Apakah kamu mencintai aku?"
Aku mengangguk dalam pelukanku.
"Bila kamu memang mencintaiku, lepaskanlah aku. Biarkan aku mencari jalan hidupku sendiri tanpa dirimu lagi."
Itulah kata-kata terakhir Intan yang masih terngiang di telingaku. Tak ada kata perpisahan. Tak ada senyum manisnya lagi. Walaupun aku yakin dia masih ada di Jakarta ini, namun aku sudah tidak bisa menghubunginya lagi. Aku tidak tahu rumahnya yang sebenarnya. Aku tidak kenal keluarga dan teman-temannya. Hanya berbekal satu nomor teleponnya yang kini sudah tidak aktif lagi.
Awal Oktober 2010...
Waktu yang tersisa hanya kurang tiga bulan untukku. Sekarang aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Aku seperti kehilangan segalanya, kehilangan semangat hidup, kehilangan orang yang selalu tertawa dan menangis bersamaku.
Jujur, aku tak mau dia pergi, aku masih mau menghabiskan waktuku bersama dengannya, tapi aku juga tak bisa menahan keinginannya untuk pulang.
Apakah semua yang sudah kulakukan akan menjadi sia-sia?
Apa aku akan kehilangan orang yang kusayang karena keadaan fisikku?
Selama ini aku bertahan hidup dalam kekuranganku karena dia. Apa jadinya aku menjalani hidup ini tanpa dia? Selama ini aku selalu berjuang, tak pernah menyerah untuk mempertahankan hubungan ini. Selama ini aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya.
Tapi mengapa sekarang dia ingin pergi dari hidupku dan meninggalkanku sendiri disini hanya karena keadaan fisikku?
Aku melangkah dengan gontai sepembawaan kaki ini. Di tengah jalan yang kulewati, sayup-sayup terdengar lagu yang sedang diputar di sebuah rumah yang sedang dibangun dan para kuli sedang bekerja. Lagu yang berasal dari radio yang mereka buka.
"masih ku ingat selalu
saat kau berjanji padaku
takkan pernah ada cinta yang lainnya
terasa begitu indah
tapi semua berbeda
saat kau kenali dirinya
sadarkah dirimu diriku terluka
saat kau sebut namanya
aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa
andaikan saja kau tahu
aku takkan mudah berubah
aku kan bertahan selalu bertahan
sampai waktu memanggilku
aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa
kemanakah dirimu
yang dulu cinta aku
dimanakah dirimu
yang selalu merindukanku
aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa
aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa
cinta untukmu luar biasa
cinta untukmu luar biasa"
Lagu itu semakin kudengar semakin membuat hati ini pedih dan sakit. Air mataku kembali menetes bila semua kenangan indah itu terlintas kembali. Aku memang manusia biasa yang tak sempurna.
TAMAT
Cerpen ini adalah request story dari seorang temanku yang ingin berbagi kisah hidupnya. Nama asli disamarkan demi kenyamanan privasi.
Saat mendengar kisahnya yang secara kebetulan sama dengan lirik lagu Manusia Biasa (Cinta Luar Biasa) by Yovie Nuno, entah mengapa cerita ini meluncur dengan sendirinya.
Bila ada kesamaan nama dan tempat, itu hanyalah kebetulan belaka.
Cerita dan karya asli: Kaz Felinus Li.
Posted By: Kaz HSG
This story is the property of Heavenly Story Group.
Copyrights: ©HSG-October 2010
(Dilarang meng-copy dan memperbanyak tanpa ijin langsung dari penulis: Kaz Felinus Li. Pelanggar akan dikenakan tindak pidana).
0 komentar:
Posting Komentar